uefau17.com

Pengaruh Musik dalam Pusaran Politik, Efektif Genjot Elektabilitas? - News

, Jakarta -  Musik dan politik menjadi dua elemen yang bersatu saat Pemilihan Umum (Pemilu), khususnya pada momentum kampanye. Kecenderungan para musikus yang tampil saat para politikus berkampanye menimbulkan persepsi publik terkait arah politik dari grup band terkait. 

Namun apakah bisa secara pragmatis diartikan, massa yang hadir dalam agenda kampanye secara otomatis berarti mengikuti arah politik para idolanya?

Aris Setyawan seorang Etnomusikolog dalam risetnya di tahun 2014 menemukan, hal tersebut tidak serta merta demikian. Khususnya, dalam risetnya terhadap musik dangdut yang selalu digunakan sejak zaman orde baru sampai Jokowi di periode keduanya.

"Kalau di penelitian saya, di dangdut yang terjadi adalah musik ketika digunakan berkampanye memang efektif untuk menggaet sebanyak mungkin orang untuk datang di rally kampanye. Tapi efektivitas dalam menggenjot elektabilitas atau memilih orang untuk memilih kandidat tertentu, dari penelitian saya tidak menunjukkan hal seperti itu," kata Aris saat berbincang dengan , Minggu (4/2/2024) kemarin.

Aris mengaku, dari hasil risetnya juga menunjukkan kebanyakan dari massa penggemar grup band yang hadir berkampanye hanya ingin menikmati sajian konser dari idolanya. Apalagi ketika acara pertunjukan konser musik itu gratis.

"Misal, ini ada pertunjukan dangdut gratis dan saya ingin nonton tetapi apakah kemudian saya akan memilih partai yang melaksanakan acara tersebut? Kebanyakan jawabannya tidak," jelas Aris.

Berdasarkan risetnya, Aris yang juga seorang musikus ini berkesimpulan bahwa grup band memang efektif mengumpulkan lautan massa, tetapi dipastikan kebanyakan dari mereka tidak terpengaruh terhadap pilihan politiknya.

"Saya kira para pemilih sudah cukup cerdas tidak terpengaruh, mereka cukup cerdas melihat rekam jejak para calon dan kualitasnya seperti apa. Jadi, musik dapat menggiring massa tapi tidak mempengaruhi," ucap Aris.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Memahami Kultur Fans Grup Band

Senada dengan itu, Muhammad Irfan seorang Master Candidate asal Indonesia di bidang Kajian Budaya Nasional yang tengah menempuh studi di Universitas Yang Ming Chiao Tung, Taiwan mengungkapkan bahwa kehadiran musik yang dibawakan oleh para grup band tidak terlepas dari kultur yang mengakar di dalamnya.

Maka ketika ditanya, apakah menggunakan grup band bisa menjadi ‘senjata’ efektif dalam menggenjot elektabilitas kandidat pada momentum kampanye politik, Irfan melihatnya tidak demikian. 

"Kalau dari penelitian saya di Taiwan yaitu skena musik independen, tidak banyak teman-teman dari kalangan tersebut terlibat aktif pada periode kampanye kali ini. Mengapa? banyak faktor tentunya," kata Irfan saat berbincang dengan melalui sambungan telepon.

Irfan mengatakan, contoh nyata terlihat saat personel dari grup musik punk bernama Dongker, Dhelpi Suhariyanto hendak nyaleg di Pemilu 2024. Pro-kontra terjadi bahkan di wilayah fanbase sendiri.

Tidak semua dari mereka mendukung langkah tersebut. Sebab kultur yang dibawakan dari band Dongker yang sarat akan perlawanan terhadap dunia politik.

"Belum melihat visi misinya namun karena band itu kan punk yang kulturnya demikian, jadi perdebatan selesai di situ, pokoknya tidak boleh," ungkap pria yang juga seorang penulis buku Bandung Pop Darlings ini.

Memahami akan kultur di sebuah musik juga berhubungan dengan para penikmatnya. Irfan menarik benang merah, bahwa basis fans dari sebuah grup band harus dilihat hingga ke akarnya untuk dapat meyakini apakah suaranya bisa efektif mendulang elektabilitas.

"Kalau melihat fanbase dari Slank saya yakin ada sekian persen yang akan memilih Ganjar-Mahfud, begitu juga fan dari Rhoma Irama karena saya tahu betapa fanatiknya penggemar Bung Rhoma. Namun kalau musisi lain, mungkin seperti Young Lex yang juga ada di barisan Ganjar-Mahfud, saya kira kultur dari fansnya belum seperti itu," beber Irvan.

 

3 dari 3 halaman

Melihat Fenomena Musik dari Kaca Mata Politik

Analis Politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago mengamati antara musik dan politik ketika digunakan sebagai metode berkampanye bukan hal baru. Bahkan sejak era orde baru. Dia mencatat, kedua hal tersebut memiliki kesinambungan yang sangat menguntungkan.

"Fenomena ini saling menguntungkan kedua pihak dari kacamata poltik. Kenapa? Karena di kampanye akbar tentu membutuhkan grup band dan ketika ada grup band maka grup tersebut bisa disebut berpihak secara politik," kata Arifki melalui pesan suara yang diterima redaksi  saat diwawancara.

Arifki meyakini, keberpihakan grup band bisa menentukan terkait pilihan politiknya. Maka dari itu, hadirnya grup band di ranah politik, seperti agenda kampanye akbar memberi efek yang nyata.

"Namun kalau ditanya seberapa berpengaruh sih keduanya? Saya rasa hal itu harus ditempatkan secara terpisah. Ada upaya grup band menarik massa untuk hadir dan memilih kandidat yang didukung band tersebut, tapi perlu diingat tidak semua yang hadir dapat dimanfaatkan seperti itu," kata Arifki memungkasi    

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat