uefau17.com

Komisi III DPR: Sahroni: Firli Harusnya Mengundurkan Diri, Dewas KPK Harus Dievaluasi - News

, Jakarta Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Saroni mengaku kaget mendengar kabar Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri atas dugaan pemerasan oleh Bareskrim Polri.

Kaget juga baru bangun pagi beredar berita ketua KPK tersangka. Pertama apresiasi buat kinerja kepolisisan karena mungkin masyarakat tunggu pada proses perkara yang menyita pengelihatan publik,” kata Sahroni pada wartawan, Kamis (23/11/2023).

Sahroni menyebut, perkara pemerasan Syahrul yasin Limpo (SYL) yang selama ini belum ada kejelasan hukum akhirnya diumumkan Polda.

"Bahwa ada perkara yang belum jelas dan akhirnya tadi malam, tengah malam sudah diumumkan Polda metro dan ini Bukti bahwa republik kita pada pokoknya tidak ada yang pada posisi aman, dan kita enggak mau menjustifikasi semua pihak seolah-olah merasa benar. Dan ini menunjukkan kepolisian serius menangani perkara,” ucap politikus Partai NasDem itu.

Sahroni pun berharap Firli Bahuri untuk dapat mundur ari posisinya saat ini. Dia pun juga mengkritisi kinerja Dewan Pengawa KPK yang dinilai lambat dalam bekerja. Salah satu indikatornya yaitu tidak mampu sesegera mungkin memutuskan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Firli Bahuri.  

"Terkait Dewas KPK kinerjanya bukan makin baik tapi makin lemot. Karena Menyikapi problematika yang terjadi di institusi KPK sendiri agak sedikit lambat tidak memberikan 1 integritas,” kata dia.

Menurut Sahroni,  seharusnya Dewas langsung membuat surat pemecatan Firli. Terlebih banyak bukti yang mengarah adanya pelanggaran berat yang telah dilakukan pensiunan jenderal Polri tersebut. 

"Secara etim Dewas KPK harusnya kirim surat sekarang juga jadi jangan nunggu lagi proses hukum praduga tak bersalah, Dewas KPK harusnya mengeluarkan surat bahwa tentang apa yang dilakukan oleh Ketua KPK,” pungkasnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dewas KPK: Firli Harus Mundur

Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris menyebut seharusnya Ketua KPK Firli Bahuri mundur sementara atau nonaktif dari jabatan sebagai pimpinan KPK. Hal itu sesuai dengan Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK.

"Tentu di tangan presiden, memang di pasal 32 ayat 2 UU 19 tahun 2019 jika pimpinan KPK menjadi tersangka itu diberhentikan dari jabatannya, dan itu tentu melalui keputusan presiden," ujar Haris dalam keterangannya, Rabu (23/11/2023).

"Kalau mengacu ke undang-undang memang demikian (Firli mundur)," Haris menambahkan.

Berkaitan dengan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, Haris menyebut menghormati proses hukum tersebut. Dia juga memastikan pengusutan etik Firli di Dewas KPK tetap berjalan.

"Intinya Dewas tentu menghormati proses hukum di Polda ya, bahwa bagaimanapun menegakkan pak FB sebagai tersangka itu kan wewenang penyidik. Tentu tetap lanjut, di sana kan pidana di kita etik," kata dia.

3 dari 3 halaman

Istana Tunggu Surat Penetapan Tersangka Firli

Kementerian Sekretariat Negara masih menunggu surat pemberitahuan penetapam tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Jika surat sudah diterima, maka akan diproses untuk penunjukkan Plt Ketua KPK.

"Sampai pagi ini, Kementerian Sekretariat Negara masih menunggu surat pemberitahuan penetapan tersangka dari Polri," kata Koordintor Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana kepada wartawan, Kamis (23/12/2023).

Menurut dia, penunjukan Plt Ketua KPK akan diproses setelah surat penetapan tersangka Firli Bahuri telah diterima Kementerian Sekretariat Negara. Sebab berdasarkan UU KPK, Pimpinan KPK diberhentikan dari jabatannya apabila melakukan tindakan tercela atau dikenai sanksi.

"Jika surat itu sudah diterima maka akan diproses menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.

"Ya betul (penunjukan Plt Ketua KPK). Koridornya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 32, UU 19/2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK," sambung Ari.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat