uefau17.com

Pimpinan MPR Minta Dialog Harus Diutamakan dalam Hadapi Masalah Bangsa - News

, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan, kekuatan dialog harus selalu ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan setiap anak bangsa serta dinamika setiap organ negara.

"Berbagai dinamika yang berkembang saat ini terkait wacana amandemen terbatas UUD 1945 harus dikaji lewat dialog yang konstruktif," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Membedah Wacana atas Amandemen Terbatas UUD 1945 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/3).

Diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Lutfy A Mutty, itu dihadiri Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI, Taufik Basari, Pengamat Politik, Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Valina Singka, dan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, Atang Irawan sebagai narasumber.

Selain itu menghadirkan Pemimpin Redaksi RMOL, Ruslan Tambak, dan Department of Politics and International Relations, CSIS, Arya Fernandez sebagai penanggap.

Dialog yang dilakukan, menurut Lestari, tidak dimaksudkan untuk mendukung pendapat satu dan lainnya. Namun semata untuk tata kelola yang mampu mewujudkan jalan terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apalagi, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, semua belajar bersama dari realitas kebangsaan, bahwa bangsa ini dibangun dari berbagi pikiran konstruktif lewat berbagai dialog.

Karena itu, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, komitmen kebangsaan yang telah dibangun oleh founding fathers, dan jugakomitmen kebangsaan yang dibangun di atas semangat reformasi harus tetap konsisten menjaga eksistensi NKRI.

Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI, Taufik Basari berpendapat, momentum amandemen harus didasari semangat menata kembali acuan bernegara.

"Kita lihat, terdapat beberapa wacana permasalahan sistem ketatanegaraan. PPHN misalnya akan menimbulkan konsekuensi pada sistem presindesial," kata dia.

Jadi, ujar Taufik, sebelum mengamandemen UUD 1945 harus melalui kajian yang mendalam. Demikian pula dengan usulan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang harus dikaji ulang, dipertimbangkan kembali secara mendalam.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lakukan Evaluasi

Sementara itu, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Valina Singka menganjurkan sebelum memutuskan amandemen konstitusi, perlu dilakukan evaluasi apakah problem yang dihadapi bangsa ini disebabkan konstitusi atau karena pelaksanaan regulasi.

"Bisa jadi, undang-undang yang ada saat ini yang belum bisa menjawab persoalan yang terjadi di masyarakat atau undang-undang yang ada belum dijalankan dengan baik oleh para pemangku kepentingan," kata Valina.

Semangat amandemen, menurut Valina, tidak bisa dipisahkan dari gerakan reformasi. Saat gerakan reformasi muncul, semangat amandemen itu bertujuan membatasi kekuasaan presiden dan memperkuat kewenangan legislatif, serta mempertegas sistem presidensial.

Sedangkan Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari menilai, saat ini ruang amandemen itu terbuka untuk merespons persoalan yang dihadapi bangsa. Menurut Qodari, masalah yang dihadapi bangsa saat ini adalah ancaman polarisasi kekuatan bangsa.

"Kita sekarang ini sedang menuju pada perpecahan sebagai dampak polarisasi yang dikhawatirkan bisa berujung pada munculnya korban jiwa," ujar Qodari.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, Atang Irawan berpendapat, penyelesaian masalah bangsa tidak melulu lewat amandemen konstitusi. Karena amandemen konstitusi akan berimplikasi pada perubahan sejumlah aturan lainnya.

Demikian juga, ujar Atang, dengan usulan memunculkan kembali GBHN dalam bentuk PPHN untuk memperbaiki manajemen pembangunan nasional.

Atang menegaskan, bila ingin mengusir semut jangan membakar rumahnya. Bukankah ada UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang ditujukan sebagai acuan melaksanakan pembangunan.

"Untuk memperkuat manajemen pelaksanaan pembangunan nasional saat ini, cukup memperkuat sejumlah aturan pada undang-undang tersebut," demikian menurut Atang.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat