uefau17.com

CHI Awards 2023 Beri Penghargaan pada Seniman Tari, Salah Satunya Masih Aktif Mengajar dan Menari di Usia 80 Tahun - Lifestyle

, Jakarta - Yayasan Al-Maryati/ AlMar Foundation kembali menggelar CHI Awards 2023, setelah sukses menyelenggarakan CHI Awards 2018 dalam seni Wastra Nusantara-Batik. Tahun ini, CHI Awards diberikan kepada sosok pelestari seni tari tradisional Indonesia atau para seniman tari.

Acara penghargaan ini berlangsung pada Kamis (9/11/2023) di The Habibie & Ainun Library, Kuningan Jakarta Selatan. CHI sendiri adalah kependekan dari The Cultural Heritage of Indonesia, yakni sebuah perkumpulan yang didedikasikan untuk turut serta berperan dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Indonesia.

"Berlandaskan pentingnya kebudayaan sebagai fondasi karakter bangsa, maka CHI Awards ini diselenggarakan sebagai apresiasi sekaligus pengingat akan sosok-sosok pegiat budaya Indonesia yang sesungguhnya," kata Dewita R.Panjaitan, MARS, DrPH, selaku inisiator dan founder CHI dalam jumpa pers sebelum acara CHI Awards 2023.

"Mereka adalah pahlawan dalam menghidupkan geliat kelestarian budaya sepanjang zaman agar tidak terlena oleh budaya luar dan untuk selanjutnya mampu diwariskan ke generasi berikut," lanjut wanita yang biasa disapa Wiwit Ilham ini.

Tujuan lain CHI Awards adalah sebagai media perusahaan melalui kegiatan CSR nya untuk lebih aware kepada kehidupan seni budaya Indonesia, khususnya pada sosok maupun wadah seni itu sendiri dan menjadi bagian dalam turut mendukung agar warisan seni budaya Indonesia tetap terus terjaga. "Semoga gerakan kecil ini bisa memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara," kata Wiwit Ilham.

Sementara itu seni tari merupakan salah satu cabang seni yang menggunakan gerak tubuh manusia sebagai alat ekspresi. Setidaknya terdapat tiga fungsi utama tari, yaitu tari sebagai upacara ritual, tari sebagai hiburan pribadi, dan tari sebagai seni pertunjukan.

Beberapa tarian ini telah mendapatkan pengakuan internasional, seperti Tari Saman dari Aceh, Tari Kecak dari Bali, dan banyak lainnya. Tarian-tarian yang sarat makna ini tidak hanya menjadi sumber kebanggaan nasional, tetapi juga berkontribusi pada identitas bangsa.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Seni Tari Sebagai Perekat Bangsa

Untuk melestarikan tarian-tarian ini, tak dapat dipungkiri bahwa para maestro tarilah yang berperan besar. Kiprah, komitmen dan konsistensi mereka dalam menggeluti pasang surutnya dunia tari dengan kecintaan luar biasa perlu diacungi jempol. Beban mereka bukan hanya soal tanggung jawab pada tariannya saja, sebab tanpa disadari, setiap elemen yang ada di dalam sebuah tarian akan ikut ‘hidup’ dan terlestarikan seiring mempertahankan hidupnya sebuah tarian.

Tak hanya memberikan apresiasi pada para seniman tari, CHI juga memberikan penghargaan khusus yang diberikan kepada Dr. (HC) Ir. H. Sukarno atau Bung Karno yang memang dikenal luas punya kepedulian dan perhatian besar pada kebudayaan khususnya seni tari. Bahkan secara khusus beliau memyebut dirinya Maha Pencinta Seni.

Proklamator dan Presiden pertama RI ini juga menjadikan seni terutama seni tari sebagai perekat bangsa Indonesia saat baru Merdeka.

"Jadi dulu Indonesia sewaktu baru merdeka beberapa tahun perekonomiannya belum begitu maju karena baru selesai perang, tapi kita punya kekayaan budaya yang luar biasa, termasuk seni tari. Kelebihan itu disadari betul oleh Bung Karno dan dijadikan semacam perekat semua daerah di Indonesia,” kata salah satu tim penasihat CHI, Nungki Kusumastuti.

"Saya ingat betul orangtua saya cerita tiap pulang sekolah atau selesai mengikuti acara-acara resmi kita semua membawakan tarian Serampang 12 yang diajarkan di semua sekolah. Jadi kita punya kesamaan di semua daerah melalui tarian meski waktu itu masih banyak keterbatasan dan teknologi belum maju seperti sekarang ini,” lanjutnya.

3 dari 4 halaman

Para Penerima Penghargaan CHI Awards

Sementara untuk pelestari seni tari, para kandidat yang terpilih tidak langsung muncul begitu saja, tapi melalui proses diskusi yang panjang dari para pendiri CHI: DR. Dewita R.Panjaitan, MARS, DrPH, Insana Habibie, dan Anitasa Richir dengan para penasihat antara lain Ayu Dyah Pasha, Firman Ichsan, Nani Koespriani, dan Musa Widyatmodjo serta Amy Wirabudi mewakili anggota CHI.

Hasil diskusi ini memunculkan sederet nama-nama untuk masuk ke proses seleksi selanjutnya yang melibatkan tim Dewan Pemerhati yang terdiri dari : Prof. Dr. Wayan “Kun” Adnyana (Rektor ISI Denpasar, Bali), Dr. Nungki Kusumastuti, S.Sn., M.Sos. (Dosen IKJ, DKI Jakarta), dan Yan Stevenson, S.Sn., M.Sn (Dosen ISI Padang Panjang, Sumatra Barat).

Dewan Pemerhati ini mengidentifikasi kandidat dari berbagai wilayah di Indonesia dengan mempelajari riwayat dedikasinya terhadap seni tari nusantara melalui metode kualitatif. Para penerima penghargaan akhirnya ditentukan dan ditetapkan Dewan Pemerhati secara bersama-sama, dengan tanpa perbedaan pandangan. Mereka yang akhirnya terpilih sebagai peraih penghargaan adalah:

1. Elly D. Lutan

Bersama almarhum suaminya, Deddy Lutan, penari dan koreografer ternama saat itu, mereka berkarya selama kurang lebih 23 tahun membawa nama sanggar tari mereka, Deddy Lutan Dance Company (DLDC). Pasangan ini pun sempat menampilkan para penari suku Asmat keliling Amerika Serikat pada tahun 1989.

Misi mereka dalam berkarya adalah mengangkat seni budaya tanpa mencabut akar tradisinya. Karya-karya Elly lahir dari kegelisahan dan apa yang dirasakan saat itu.

 

4 dari 4 halaman

2. Ery Mefri

Nama Ery Mefri muncul ke panggung dunia pada tahun 2004 berkat peran Kementerian Pariwisata lewat Indonesia Performing Arts –ajang tahunan yang mempertemukan para seniman Indonesia dengan para manajer dan pengusaha hiburan dari mancanegara.

Pada 2007 Kelompok Nan Jombang pertama kali diundang tampil ke Brisbane, Australia. dan dilanjutkan ke negara-negara lain. Karyanya yang paling sering ditampilkan di mancanegara adalah “Rantau Berbisik” diangkat dari kisah Ery saat merantau dari Sumatra Barat ke Jakarta.

3. Ni Ketut Arini

Penari asal Bali ini sudah meraih banyak penghargaan. Salah satunya adalah untuk karya tari ciptaannya, Tari Legong Widya Lalita. Arini mengisi program “Bina Tari di TVRI bersama sanggar tarinya “Warini” sejak 1979 dan berlangsung selama 20 tahun..

Mata dunia mulai melirik Arini dan ia banyak mendapat tawaran mengajar tari Bali dari mancanegara. Saat ini di usia 80 tahun, Arini masih aktif menjadi pengajar dan bahkan menari. Ia pun sempat tampil solo di acara CHI Awards 2023.

4. Retno Maruti

Nama wanita asal Solo ini sudah dikenal sebagai salah satu maestro tari Indonesia. Sejak tahun 1960-an Retno mulai menari di luar negeri, antara lain di World Fair New York 1964 selama 8 bulan dan terpilih sebagai salah satu penari misi kepresidenan ke Jepang. Ketika kembali ke Indonesia, Retno pun makin produktif membuat berbagai karya tarian.

Tak hanya mampu menampilkan seni tradisi Jawa klasik dengan suatu kedalaman rasa yang kreatif, Retno juga berhasil melahirkan banyak seniman dan penari klasik muda berbakat.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat