uefau17.com

Sosok Raja Muzhaffar, Penguasa Pertama yang Memperingati Maulid Nabi - Islami

, Jakarta - Pada hari Senin tahun Gajah, 12 Rabiul Awal atau bertepatan dengan 23 April 571 Masehi, seorang bayi mulia dilahirkan. Bayi tersebut diberi nama Muhammad.

Dikisahkan bahwa jelang kelahiran Muhammad, keadaan di Makkah begitu damai. Seperti, padamnya api-api sesembahan kaum Majusi, runtuhnya berhala dan gereja hingga langit yang terlihat sangat cerah.

Beragam catatan sejarah mengenai perayaan maulid nabi barangkali sudah banyak dituliskan dan diketahui oleh umat muslim di seluruh penjuru negeri. Salah satunya, sejarah mengenai kisah raja pertama yang merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW pada awal abad ke-7 Hijriah.

Hal tersebut tentunya menjadi bukti bahwa maulid nabi sudah diperingati oleh umat muslim sejak berabad-abad tahun yang lalu. Peringatan maulid nabi  ini juga sudah menjadi suatu kebiasaan bahkan tradisi yang mengakar di tengah masyarakat.

Lantas, siapakah sosok yang menjadi pencetus awal mula peristiwa bersejarah tersebut hingga perayaan Maulid Nabi selalu diselenggarakan setiap tahunnya oleh umat muslim bahkan hingga saat ini? 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Biografi Raja Muzhaffar

Melansir dari laman NU online, sosok yang pertama kali melalukan seremonial perayaan maulid nabi ialah Raja Muzhaffar, salah satu penguasa yang bijak dan dermawan di Irbil. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam Jalaluddin Abdurahman as-Suyuthi (wafat 991 H).

Nama lengkap Raja Muzhaffar adalah Muzhaffaruddin Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin bin Muhammad at-Turkamani. Ia merupakan seorang penguasa yang sangat perkasa, bijaksana, dan pemberani di sebuah satu kota besar yang terletak di Irak bagian timur, yaitu Irbil.

Tidak ada catatan secara pasti dari para ulama ahli sejarah perihal tahun kelahirannya. Hanya saja, Syekh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dzahabi (wafat 748 H) dalam kitab fragmennya menengarai bahwa Raja Muzhaffaruddin atau Raja Muzhaffar lahir pada tahun 549 dan wafat  di usia 82 tahun, tepatnya pada tahun 630 Hijriyah. (Ad-Dzahabi, Siyaru A’lamin Nubala’ [Muassasah ar-Risalah, cetakan III: 1405 H, tahqiq: Syekh Syu’ib], juz XXII, halaman 334).

Muzhaffar kecil tumbuh dan dibesarkan di lingkungan kerajaan yang sangat perkasa. Ayahnya merupakan penguasa Irbil yang sangat bijaksana dan pemberani, sehingga karakter mulia itu mengalir dan tertanam dalam diri putranya. 

Sebagai putra kerajaan, Muzhaffar kecil sering mengikuti pelatihan-pelatihan perang yang diselenggarakan di kerajaannya, sehingga tidak heran jika ia tumbuh sebagai sosok yang gagah dan pemberani. Ia juga sangat bijak dalam mengambil langkah demi kemaslahatan dan kemajuan kerajaan yang sesuai dengan norma-norma dalam ajaran Islam. 

Ia juga tumbuh sebagai sosok yang sangat gemar dalam mempelajari ilmu agama Islam. Tidak sedikit waktu yang ia luangkan untuk memperdalam ajaran Islam kepada para ulama di masa itu. Bahkan, ia membangun tempat khusus bagi para ulama agar bisa berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam di tempat tersebut.

3 dari 3 halaman

Kepribadian Raja Muzhaffar 

Tidak hanya itu, ia juga membangun sebuah instansi lembaga secara khusus untuk mazhab Syafi’iyah, dan lembaga mazhab Hanafiyah. Di lembaga tersebut diajarkan kitab-kitab secara khusus dari kalangan mazhab Syafi’iyah dan Hanafiyah. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekh Dr. Muhammad Ali ash-Shalabi, dalam kitabnya ia mengatakan:

وَبَنَى لِلصُّوْفِيَّةِ رِبَاطِيْنَ، وَكَانَ يَنْزِلُ إِلَيْهِمْ لِاَجْلِ السِّمَاعَاتِ، وَبَنَى مَدْرَسَةً لِلشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَفِيَّةِ 

Artinya: “Ia (Raja Muzhaffar) membangun beberapa tempat untuk ulama ahli tasawuf, kemudian ia menempatkan mereka agar meriwayatkan ilmu dengan metode pendengaran. Ia juga membangun instansi lembaga pendidikan untuk mazhab Syafi’iyah dan mazhab Hanafiyah.” (Ali as-Shalabi, al-Hamalatus Shalabiyah, [Darul Kitab at-Tsaqafi: tt], halaman 264). 

Selain dikenal sebagai sosok yang gagah, pemberani, dan gemar dalam hal-hal kebaikan, sifat lain yang perlu diteladani darinya adalah kedermawanannya. Ia merupakan pribadi yang sangat dermawan, suka bersedekah, dan gemar menolong orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya, sebagaimana ditegaskan oleh Imam ad-Dzahabi

 وَكَانَ مُحِبًّا لِلصَّدَقَةِ، لَهُ كُلَّ يَوْمٍ قَنَاطِيْرُ خَبْزٍ يُفَرِّقُهَا. وَلَهُ دَارٌ مُضَيَّفٌ يَنْزِلُهَا كُلُّ وَارِدٍ، وَيَعْطِى كُلَّ مَا يَنْبَغِي لَهُ 

Artinya: “Ia adalah pribadi yang senang bersedekah. Dalam setiap harinya ia membagikan beberapa kati yang berisi roti. Ia juga memiliki tempat yang disediakan untuk ditempati orang-orang yang mendatanginya, kemudian memberikan suguhan yang layak baginya” (Ad-Dzahabi, 22/335). 

Demikian biografi singkat Raja Muzhaffaruddin, penguasa pertama yang mengadakan seremonial perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat