uefau17.com

Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Peringatan Hari Ibu - Islami

, Jakarta - Berdasarkan sejarahnya, peringatan Hari Ibu di Indonesia ditujukan untuk menghargai perjuangan perempuan-perempuan Indonesia. Maka dari itu, tanggal 22 Desember dipilih merujuk pada penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama pada 22-25 Desember 1928.

Dalam perkembangannya, peringatan Hari Ibu yang rutin setiap tanggal 22 Desember tidak sekadar mengingat jejak perjuangan perempuan Indonesia saja. Lebih dari itu, peringatan Hari Ibu menjadi momentum mengingat jasa dan peran seorang ibu baik kepada keluarganya, suaminya, maupun anak-anaknya.

Peringatan Hari Ibu biasanya diisi dengan memberikan hadiah kepada ibu, dibebastugaskan melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian, memasak, dan sebagainya, atau sekadar mengucapkan terima kasih.

Meski hal lumrah dan rutin diperingati setiap tahunnya, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai peringatan Hari Ibu. Pendapat pertama memperbolehkan adanya peringatan Hari Ibu, pendapat kedua mengharamkannya.

Untuk mengetahui landasannya, simak penjelasan para ulama berikut ini yang ditulis Ustaz Husnul Haq, pengasuh pesantren mahasiswa Mamba’ul Ma’arif Tulungagung sekaligus dosen IAIN Tulungagung yang ditayangkan di NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Boleh Peringati Hari Ibu

Sebagian ulama meliputi Syekh Syauqi Allam (mufti Mesir), Syekh Ali Jum’ah (mantan mufti Mesir), Syekh Abdul Fattah Asyur, Syekh Muhammad Ismail Bakar, dan Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ Al-Mishriyyah) mengatakan bahwa peringatan Hari Ibu diperbolehkan. 

Mereka beralasan bahwa peringatan Hari Ibu merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada orangtua. Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا 

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS Al-Isra’: 23). 

Peringatan Hari Ibu juga merupakan salah satu bentuk bersyukur kepada orangtua, terutama kepada ibu. Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untuk bersyukur kepada-Nya dan kepada kedua orangtua:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ  

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman: 14). 

Di samping itu, peringatan Hari Ibu dengan memberinya hadiah, membebastugaskannya dari tugas domestik seperti mencuci pakaian dan memasak, atau sekadar mengucapkan terima kasih atas pengabdiannya, masuk dalam kategori adat atau tradisi, bukan ibadah. Karenanya, hal itu tidak termasuk bid’ah, sebab bid’ah itu hanya dalam urusan ibadah (agama) semata. 

Imam Syathibi berkata:

 فَالْبِدْعَةُ إِذَنْ عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ، يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ للهِ سُبْحَانَهُ 

Artinya: “Bid’ah merupakan ungkapan tentang cara baru dalam agama yang dibuat menyerupai syari’at, dengan mengikuti cara itu dimaksudkan untuk lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.” (Ibrahim bin Musa Asy-Syathibi, Al-I’tisham, juz I, h. 26).

3 dari 3 halaman

Tidak Boleh Peringati Hari Ibu

Sebagian ulama yang lain, seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Shalih al-Fauzan, Syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, dan Lembaga Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Fatwa) menyatakan bahwa peringatan Hari Ibu diharamkan. 

Mereka berpedoman pada hadis riwayat Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: 

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. 

Artinya: “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Mereka juga berpedoman pada hadis riwayat Aisyah radhiyallahu anha yang lain, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ 

Artinya: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim).  

Peringatan Hari Ibu tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, para sahabat radhiyallahu anhum, dan kaum muslimin terdahulu (salaful ummat), maka termasuk bid’ah yang dilarang dalam agama Islam berdasarkan kedua hadis di atas. 

Selain itu, mereka juga berpedoman pada hadis riwayat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ 

Artinya: “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud). 

Peringatan Hari Ibu merupakan tradisi orang kafir. Memperingati Hari Ibu berarti menyerupai orang kafir, dan termasuk bagian dari mereka. Karenanya, memperingati Hari Ibu diharamkan dalam Islam menurut pendapat ulama kedua ini.

Dengan demikian, ada dua pendapat soal peringatan Hari Ibu. Namun, tampaknya pendapat yang kuat adalah yang memperbolehkan peringatan Hari Ibu. Sebab, peringatan Hari Ibu termasuk salah satu bentuk berbakti dan bersyukur atas jasa-jasa ibu. Meskipun sebenarnya dalam Islam berbakti kepada ibu tidak selalu harus di Hari Ibu, melainkan setiap saat dan sepanjang hayat.

Wallahu’alam.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat