uefau17.com

Telat Menstruasi Usai Terinfeksi COVID-19? Begini Penjelasan Pakar - Health

, Jakarta Kasus COVID-19 harian di Indonesia belakangan mulai melandai setelah sempat mengalami kenaikan hingga 7.000 per harinya. Pada beberapa orang, efeknya masih bertahan bahkan setelah dinyatakan sembuh atau sudah negatif.

Salah satunya berkaitan dengan siklus menstruasi. Siklus menstruasi yang berbeda dari bulan ke bulan memang biasa terjadi. Tetapi jika Anda menyadari ada perubahan yang tidak biasa pada menstruasi setelah terinfeksi COVID-19, Anda tidak sepenuhnya keliru.

Beberapa studi dan pakar menyebutkan bahwa memang ada kemungkinan kaitan antara COVID-19 dan menstruasi. Belum jelas 100 persen mengapa siklus menstruasi dapat berpengaruh selama dan setelah COVID-19.

Namun menurut hipotesis asisten profesor kebidanan, ginekologi, dan ilmu reproduksi sekaligus direktur kualitas dan keamanan ginekologi di Yale School of Medicine, Dr Linda Fan, virus Corona memang dapat memengaruhi organ reproduksi wanita.

"Informasi yang dipublikasikan tentang efek SARS-CoV-2 cukup jarang. Tapi ada kemungkinan biologis bahwa virus dapat menyerang fungsi ovarium secara langsung bila merujuk pada beberapa efek virus pada manusia," ujar Linda mengutip Medical News Today pada Jumat (9/12/2022).

Linda mengungkapkan bahwa ada penelitian kecil di China pada 2022 yang menemukan 25 persen orang dengan COVID-19 mengalami perubahan siklus menstruasi. Namun kondisinya kembali setelah pulih. 

"Itu kemudian kembali ke semula setelah orang tersebut pulih dan tidak menunjukkan adanya perubahan pada tingkat kesuburannya," kata Linda.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Efek COVID-19 pada Menstruasi

Selanjutnya, studi yang dipublikasikan dalam Reproductive BioMedicine Online pada Januari 2021 menemukan bahwa 177 orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami perubahan yang berkaitan dengan menstruasi.

Perubahan itu terjadi pada volume darah menstruasi dimana 25 persen partisipan mengalami, perubahan siklus menstruasi (28 persen), dan sebagian lainnya mengalami siklus menstruasi yang lebih pendek atau justru lebih lama.

Pendapat lain diungkapkan oleh dokter kandungan yang berbasis di Amerika Serikat, Dr Valinda Nwadike. Menurutnya, berdasarkan bukti anekdotal, perubahan siklus menstruasi mungkin bergantung pada lama dan tingkat keparahan penyakit saat seseorang terinfeksi COVID-19.

"Beberapa pasien mengalami siklus yang lebih berat, dan yang lainnya memiliki volume yang lebih ringan. Komorbid mempengaruhi volume siklus menstruasi juga. Tetapi biasanya yang konsisten adalah kembali ke siklus biasa saat gejala COVID-19 mereka membaik. Ini mungkin terkait dengan penekanan hormon ovarium," kata Valinda.

3 dari 4 halaman

Studi Lain Kaitkan Efek Vaksin COVID-19 pada Menstruasi

Berbeda halnya pada dua studi di atas, studi yang dipublikasikan dalam BMJ Medicine turut menemukan kaitan antara vaksinasi COVID-19 dengan peningkatan sementara pada siklus menstruasi satu hingga empat hari.

Mengutip laman WebMD, penelitian tersebut melibatkan 20.000 orang dari Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya yang sudah menerima salah satu dari sembilan vaksin berbeda.

Begitupun dengan studi yang diterbitkan pada jurnal Science Advances edisi 15 Juli 2022. Peneliti menemukan bahwa 42 persen responden mengalami aliran menstruasi yang lebih deras, 44 persen tidak mengalami perubahan, dan 14 persen mengalami aliran menstruasi yang lebih ringan setelah menerima vaksin COVID-19.

4 dari 4 halaman

Jangan Terlalu Cemas dan Stres

Di samping itu, Linda mengungkapkan bahwa sebaiknya jangan terlalu cemas dan stres karena perubahan pada menstruasi usai terinfeksi COVID-19. Mengingat hal itu dapat ikut memengaruhi hormon.

"Sementara hal itu masih membingungkan, satu atau dua periode menstruasi yang tertunda atau berubah tidak boleh menyebabkan terlalu banyak kecemasan," ujar Linda.

"Stres sendiri diketahui dapat menyebabkan ketidakteraturan menstruasi dan mengganggu hypothalamic-pituitary-ovarian axis, sebuah sistem hormonal yang digunakan otak untuk berkomunikasi dengan ovarium," tambahnya.

Jika memang kondisi berlanjut, maka Linda dan Valinda sama-sama mendorong untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. Dengan begitu, tes lebih lanjut bisa dilakukan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat