uefau17.com

Korea Utara Bangun Tembok di DMZ, untuk Apa? - Global

, Seoul - Korea Utara sedang membangun apa yang diyakini sebagai tembok di sejumlah tempat dekat perbatasannya dengan Korea Selatan. Demikian menurut gambar satelit baru.

Gambar yang dianalisis oleh BBC Verify menunjukkan bahwa ada pembukaan lahan di dalam Zona Demiliterisasi (DMZ) sisi Korea Utara.

DMZ adalah zona penyangga selebar 4 km antara Korea Utara dan Korea Selatan, yang secara teknis masih berperang karena belum pernah menandatangani perjanjian damai. DMZ dibagi menjadi dua, dengan dikendalikan oleh negara masing-masing.

Kegiatan Korea Utara baru-baru ini tidak biasa, menurut para ahli, dan terjadi pada saat meningkatnya ketegangan antara kedua negara.

"Saat ini kami hanya bisa berspekulasi bahwa Korea Utara berupaya memperkuat kehadiran militer dan benteng pertahanannya di sepanjang perbatasan," kata Shreyas Reddy, koresponden situs spesialis Korea Utara, NK News, yang berbasis di Seoul, seperti dilansir BBC, Jumat (21/6/2024).

Tanggal pasti dimulainya pembangunan tidak jelas karena kurangnya citra resolusi tinggi sebelumnya di daerah tersebut. Namun, struktur itu tidak terlihat pada gambar yang diambil pada November 2023.

"Penilaian pribadi saya adalah bahwa ini adalah pertama kalinya mereka membangun penghalang dalam arti memisahkan tempat satu sama lain," kata pakar militer dan pertahanan di Asan Institute for Policy Studies di Seoul Uk Yang kepada BBC.

"Pada tahun 1990-an, Korea Utara membangun tembok anti-tank untuk menghalangi gerak maju tank jika terjadi perang. Namun baru-baru ini, Korea Utara telah membangun tembok setinggi 2-3m, dan tembok tersebut tidak terlihat seperti tembok anti-tank."

Uk Yang menambahkan, "Bentuk dindingnya menunjukkan bahwa dinding tersebut bukan sekadar penghalang (untuk tank), namun dimaksudkan untuk membagi suatu area."

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pelanggaran Gencatan Senjata?

Seorang pejabat dari Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan menuturkan dalam wawancara singkat baru-baru ini bahwa pihaknya telah mengidentifikasi aktivitas yang sedang berlangsung terkait dengan "penguatan jalan taktis, penanaman ranjau, dan pembersihan lahan kosong".

"Pembukaan lahan dapat ditujukan untuk aspek militer dan non-militer," kata Kil Joo Ban, profesor keamanan internasional di Universitas Korea.

"Hal ini memungkinkan pos-pos pengamatan didirikan dengan mudah bagi Korea Utara untuk memantau aktivitas militer di Korea Selatan dan mendeteksi pembelot yang berupaya melintasi perbatasan ke Korea Selatan."

Victor Cha, wakil presiden senior untuk Asia dan Korea di Pusat Studi Strategis dan Internasional, menuturkan, "Membangun struktur di DMZ merupakan hal yang tidak biasa dan bisa jadi merupakan pelanggaran gencatan senjata karena tanpa konsultasi terlebih dahulu."

3 dari 3 halaman

Sinyal dari Korea Utara

Perang Korea berakhir pada tahun 1953 dengan gencatan senjata, di mana kedua belah pihak berjanji untuk tidak melakukan tindakan permusuhan apa pun di dalam, dari, atau terhadap DMZ.

Meskipun reunifikasi tampaknya tidak mungkin terjadi selama bertahun-tahun, hal ini selalu menjadi tujuan yang dinyatakan oleh para pemimpin Korea Utara hingga awal tahun 2024, ketika Kim Jong Un mengumumkan bahwa negaranya tidak akan lagi mengejar ambisi tersebut.

Beberapa ahli menyebut pernyataan tersebut "belum pernah terjadi sebelumnya" dan melihat adanya perubahan kebijakan yang signifikan ketika Kim Jong Un menyebut Korea Selatan sebagai "musuh utama" pada awal tahun ini.

Sejak itu, Korea Utara juga mulai menghapus simbol-simbol yang mewakili persatuan kedua negara – seperti menghancurkan monumen dan menghapus referensi reunifikasi di situs web pemerintah.

"Korea Utara sebenarnya tidak membutuhkan lebih banyak penghalang untuk mencegah serangan dari Korea Selatan, namun dengan mendirikan penghalang perbatasan ini, Korea Utara memberikan sinyal bahwa mereka tidak ingin melakukan reunifikasi," kata kepala Kajian Eropa dan Internasional di Universitas Kings London Ramon Pacheco Pardo.

Beberapa ahli juga mengatakan hal tersebut sejalan dengan tindakan Kim Jong Un yang lebih luas.

"Korea Utara bahkan tidak berpura-pura ingin bernegosiasi dengan Amerika Serikat atau Korea Selatan, dan telah menolak upaya Jepang untuk terlibat dalam pembicaraan baru-baru ini," kata Edward Howell, peneliti Semenanjung Korea di Oxford.

"Dengan semakin hangatnya hubungan Korea Utara dengan Rusia, kita tidak perlu terkejut jika provokasi antar-Korea meningkat tahun ini."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat