uefau17.com

Menlu Israel Minta Hezbollah Agar Taat Resolusi PBB - Global

, Jalur Gaza - Ketegangan antar Israel dan Hezbollah semakin memanas dan memakan korban jiwa dari pihak Israel. Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen meminta agar Hezbollah tidak macam-macam dan mematuhi aturan internasional. 

Berbicara kepada media, Menlu Israel meminta Sekjen Hezbollah Hassan Nasrallah untuk patuh resolusi gencatan senjata dari Dewan Keamanan PBB. 

Baca Juga

"Ia (Nasrallah) perlu mematuhi resolusi Dewan Keamanan (PBB) dan menyingkirkan Hezbollah dari kawasan utara Sungai Litani," ujar Menlu Cohen dalam video yang disebar Middle East Monitor, Kamis (28/12). 

Resolusi DK PBB untuk gencatan senjata Israel-Hezbollah dirilis pada 2006 lalu.

Kawasan utara Sungai Litani belakangan ini menjadi titik penting lokasi konflik adalah Hezbollah dan Israel.

Menlu Israel Eli Cohen berkata negaranya akan terus menempuh jalur diplomasi, tetapi siap mengambil cara-cara lain jika Hezbollah tidak bisa diajak berdiskusi. Cohen berkata negaranya akan bertindak untuk melindung warganya.

"Kami secara aktif menggunakan jalan-jalan diplomasi, dan jika ini tidak berhasil, Negara Israel tegas bahwa semua opsi yang bisa dijalankan sedang dipertimbangkan," ujar Cohen. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

WHO Sebut Hampir Seluruh Layanan Rumah Sakit di Gaza Berhenti Berfungsi

 Koordinator Tim Medis Badan Kesehatan Dunia (WHO) Sean Casey, pada Selasa (26/12), mengatakan "hampir semua layanan rumah sakit di seluruh Gaza berhenti beroperasi."

"Di seluruh Gaza saat ini, kapasitas kesehatan hanya sekitar 20 persen dari kapasitas sekitar 80 hari yang lalu. Jadi, hampir semua tempat tidur rumah sakit, hampir semua layanan rumah sakit telah berhenti berfungsi, baik karena fasilitas itu sendiri telah terdampak, atau karena staf terpaksa mengungsi, atau karena kehabisan listrik, atau kehabisan persediaan medis dan atau staf tidak dapat mengaksesnya," ujar Casey.

Ia menggambarkan suasana di RS Al-Aqsa ketika "korban dalam jumlah signifikan" tiba di rumah sakit itu setelah serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi Maghazi pada Malam Natal, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (28/12).

"Kami mendengar tentang banyaknya korban yang tiba di RS Al-Aqsa. Dan apa yang kami temukan ketika kami tiba di sana adalah ada lebih dari 100 pasien yang dibawa masuk dengan luka-luka serius dalam waktu yang sangat singkat, dalam waktu sekitar 30 menit," katanya.

"Lalu ditambah dengan sekitar 100 korban meninggal yang dibawa ke rumah sakit itu pada waktu yang sama. Kami mendengar dari salah satu dokter di Rumah Sakit Al-Aqsa bahwa pasien terus berdatangan selama sekitar 12 jam berikutnya, jumlah pasien yang signifikan."

3 dari 4 halaman

Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan PBB

Casey berbicara dari Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan PBB di Rafah, di mana ia menggambarkan kondisi nyata yang ia lihat di luar bangunan itu.

"Tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza. Kami berada di Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan PBB di Rafah. Di luar pintu gedung ini, 50 meter dari tempat saya duduk sekarang, ada sebuah kamp berisi ribuan orang yang telah menetap di sini karena kehilangan tempat tinggal, atau melarikan diri dari aksi kekerasan," kata Casey.

"Mereka tinggal di tempat penampungan yang terbuat dari terpal plastik, tepat di luar pintu bangunan ini. Dan tadi malam, kami mendengar suara pertempuran hampir sepanjang malam. Lalu siang hari ini masuk laporan banyak orang luka-luka dan dibawa ke rumah sakit di selatan."

Begitu banyaknya orang yang memerlukan penanganan darurat membuat mereka yang membutuhkan perawatan untuk penyakit-penyakit yang parah, tidak dapat ditangani.

"Semua penyakit tidak menular, pasien kanker, penderita diabetes, penderita jantung, dan kondisi lainnya, mereka tidak dapat mengakses layanan di sebagian besar Jalur Gaza saat ini. Rumah sakit benar-benar kewalahan. Dan apa yang kami dengar di Aqsa kemarin, mereka kekurangan ahli bedah," ungkap Casey.

"Mereka tidak memiliki cukup ruang operasi, tidak ada ruang di rumah sakit untuk menampung jumlah pasien yang datang. Dan jelas ketika ada banyak orang yang berada di ambang kematian yang membutuhkan perawatan untuk menyelamatkan nyawa, mereka akan diprioritaskan."

4 dari 4 halaman

Hamas Tolak Proposal Mesir untuk Lepas Pemerintahannya di Gaza

Kelompok Hamas dilaporkan menolak proposal Mesir yang akan membuat pihaknya menyerahkan kendali atas Jalur Gaza dengan imbalan gencatan senjata permanen.

Menurut dua sumber Mesir yang dikutip kantor berita Reuters, rencana tersebut ditolak oleh kelompok tersebut, dikutip dari laman Times of Israel, Rabu (27/12/2023).

Hamas dan PIJ disebut tidak bersedia membahas konsesi apa pun selain pembebasan sandera.

“Hamas berupaya mengakhiri agresi Israel terhadap rakyat kami, pembantaian dan genosida, dan kami berdiskusi dengan saudara-saudara kami di Mesir tentang cara untuk melakukan hal tersebut,” kata seorang pejabat Hamas yang baru-baru ini mengunjungi Kairo.

“Kami juga mengatakan bahwa bantuan untuk rakyat harus terus berjalan dan harus ditingkatkan serta harus menjangkau seluruh penduduk di utara dan selatan,” kata pejabat tersebut.

“Setelah agresi dihentikan dan bantuan ditingkatkan, kami siap membahas pertukaran tahanan.”

Tahap pertama dari rencana Mesir, yang didukung oleh Qatar adalah penghentian pertempuran selama dua minggu, dapat diperpanjang menjadi tiga atau empat minggu, dengan imbalan pembebasan 40 sandera.

Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan 120 tahanan keamanan Palestina dengan kategori yang sama. Selama masa ini, kekerasan akan berhenti dan bantuan kemanusiaan akan masuk ke Gaza.

Fase kedua adalah “pembicaraan nasional Palestina” yang disponsori Mesir yang bertujuan untuk mengakhiri perpecahan antara faksi-faksi Palestina -- terutama Otoritas Palestina yang didominasi partai Fatah dan Hamas.

Tahap ketiga akan mencakup gencatan senjata komprehensif, pembebasan sandera Israel yang tersisa, termasuk tentara, dengan imbalan sejumlah tahanan keamanan Palestina di penjara-penjara Israel yang berafiliasi dengan Hamas dan Jihad Islam akan ditentukan jumlahnya.

Israel akan menarik pasukannya dari kota-kota di Jalur Gaza dan mengizinkan warga Gaza yang mengungsi dari wilayah utara untuk kembali ke rumah mereka.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat