uefau17.com

Militer Korea Utara Akan Halangi Kekuasaan Kim Yo-jong Bila Gantikan Kim Jong-un? - Global

, Pyongyang - Kim Yo-jong yang berusia 32 tahun kini menjadi sorotan seluruh dunia. Putri dari Kim Il-sung ini dijagokan sebagai pengganti kakaknya, Kim Jong-un, apabila ia tak bisa memerintah lagi. 

Berdasarkan kekuatan politik, pengaruh Kim Yo-jong sudah sangat kuat dan pernah ikut bertemu pemimpin dunia seperti Presiden Donald Trump, Xi Jinping, dan Moon Jae-in. Jika melihat faktor konstitusi, jalan Kim Yo-jong menuju kursi kekuasaan juga mulus. 

"Kalau kita membaca konstitusi Korea Utara, di sana disebutkan yang berhak menjadi pemimpin itu keturunan Kim, yaitu Kim Il-sung kemudian Kim Jong-il, kemudian diteruskan Kim Jong-un. Jadi siapa pun yang nanti akan menggantikan Kim Jong-un kalau dia meninggal, atau kalau dia tak bisa menjalankan tugas, sebagai pemimpin harus datang dari keluarga Kim," ujar Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Nur Rachmat Yuliantoro kepada , Senin (27/4/2020).

Namun, ada satu permasalahan, yakni struktur masyarakat Korea Utara yang patriarkis. Nur Rachmat memandang bisa jadi ada pihak yang tak mendunkung Kim Yo-jong

"Korea Utara ini negeri yang patriarkis, senioritas, dan maskulinitas masih berperan sangat besar, sehingga mungkin ada yang tidak suka Kim Yo-jong menjadi pemimpin Korea Utara," ujarnya. 

"Ada pendapat juga yang mengatakan boleh jadi militer akan mengambil alih, ada kudeta, karena mereka tidak senang kalau Kim Yo-jong yang perempuan menjadi pemimpin, mereka akan kudeta, lalu mereka akan mendudukan seorang pemimpin baru sampai ada kalangan lain dari keluarga Kim yang dianggap bisa untuk menjadi pemimpin," jelas Nur Rachmat. 

Saat ini, Kim Jong-un sebetulnya memiliki kakak lelaki yakni Kim Jong-chul, tetapi ia tak terlalu berperan di politik Korut. Ini berbeda dengan Kim Yo-jong yang aktif menemani Kim Jong-un. Sementara, anak Kim Jong-un dan istrinya, Ri Sol-ju, adalah seorang putri yang masih kecil. 

Soliditas Militer

Pakar hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan turut berkata kondisi seperti ini memberi celah bagi militer untuk mengambil kesempatan. Ia berkata soliditas dari militer Korea Utara dibutuhkan agar tak ada friksi.

"Biasanya dalam kondisi darurat saat ini, militer biasanya tergoda juga untuk mengambil alih. Ada kemungkinan ke sana kalau ada perpecahan di internal regime," ujar Guru Besar Politik Internasional UPH Aleksius Jemadu. 

Aleksius memandang media Korea Utara tidak ingin mengekspos kondisi Kim Jong-un saat ini, pasalnya ada pengaruh isu kepemimpinan. Ia berkata kondisi saat ini berbeda ketika Kim Jong-il meninggal, sebab saat itu Kim Jong-un sudah disiapkan menjadi pengganti. 

"Kalau misalnya dia meninggal, itu menyangkut suatu suksesi yang kelihatannya sangat kritis, karena berbeda dengan ayahnya dulu, suksesi itu sudah dipersiapkan. Kalau ini kan tidak jelas siapa yang menggantikan," ucap Aleksius. 

Aleksius menyebut peluang Kim Yo-jong menjadi pemimpin Korea Utara cukup tinggi. Potensi perpindahan kepemimpinan ke luar keluarga Kim juga kecil. 

"Tidak mungkin tiba-tiba berpindah ke tangan orang lain, itu agak sulit. Biasanya keluarga dengan dinasti kuat seperti ini, apalagi sudah mulai dari kakeknya dulu, itu tidak terlalu mudah berspekulasi ada orang di luar keluarga yang masuk," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mungkinkah Korea Utara Dipimpin Wanita?

Kim Yo-jong telah berada di sisi kakaknya dan telah bertemu dengan tokoh dunia seperti Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, bahkan duduk di belakang Wakil Presiden Mike Pence saat mewakili Korea Utara di Olimpiade Musim Dingin 2018 dan menjadi anggota langsung pertama dari keluarga yang berkuasa untuk mengunjungi Seoul, di mana ia menyampaikan pesan pribadi dari saudaranya yang mengundang Presiden Korea Selatan Moon Jae-in ke pertemuan puncak.

Mengutip The Star, Senin (27/4/2020), masalahnya saat ini adalah bahwa ia merupakan seorang wanita dalam masyarakat yang dikontrol ketat oleh pria. Sementara banyak pengamat Korea Utara mengatakan garis keturunan lebih penting daripada gender, di saat yang lain skeptis. 

"Peran Yo-jong kemungkinan akan terbatas menjadi seorang bupati, paling mungkin" dikarenakan patriarki Korea Utara, kata Yoo Ho-yeol, yang mengajar studi Korea Utara di Universitas Korea dan sebelumnya menjadi penasihat kementerian unifikasi Korea Selatan dan kementerian pertahanan.

"Tidak hanya kepemimpinan yang didominasi pria, tetapi juga orang-orang biasa di sana akan menentang pemimpin wanita."

Pertanyaan apakah Kim Yo-jong akan menjadi pemimpin wanita pertama di Korea Utara tiba-tiba menjadi pusat perhatian, ketika pertanyaan tentang kesehatan kakaknya meningkat.

Kim Jong-un belum muncul di media pemerintah dalam dua minggu, mendorong sejumlah laporan yang menyatakan bahwa dia meninggal dunia.

Dinasti keluarga Kim telah memerintah Korea Utara selama tiga generasi sejak pendiriannya setelah Perang Dunia II, ketika Uni Soviet dan AS membagi kontrol Semenanjung Korea.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat