uefau17.com

Marak Uang Kembalian Pakai Permen, BI: Masyarakat Berhak Menolak - Bisnis

, Jakarta Bank Indonesia (BI) buka suara soal fenomena uang kembalian diganti dengan permen, gorengan atau hal lainnya masih marak dilakukan pelaku usaha di Indonesia.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim, menegaskan semua transaksi wajib menggunakan rupiah termasuk uang kembalian. Artinya, tidak boleh menggunakan permen maupun hal lainnya.

"Ketentuan kita semua transaksi pembayaran wajib menggunakan rupiah. Oleh karena itu masyarakat berhak, wajib menggunakan rupiah dalam setiap transaksinya, termasuk pengembalian harus menggunakan yang namanya rupiah," kata Marlison usai Kick Off Serambi 2023, di Kantor BI, Senin (20/3/2023).

Selain itu, masyarakat juga berhak menolak jika ada pihak yang mengembalikan uang kembalian dalam bentuk selain rupiah. Selanjutnya, masyarakat bisa mengadukan langsung ke aparat penegak hukum jika terjadi pemaksaan dalam hal pengembalian uang tersebut.

"Kalau ada pihak tertentu yang mengembalikan bukan dalam bentuk uang tapi barang, masyarakat berhak menolak, atau tidak menerima," ujarnya.

Sanksi

Menurut Marlison, terdapat sanksi yang atur mengenai hal tersebut. Namun, ia tidak menyebutkan secara rinci sanksinya apa saja.

Tapi yang pasti, masyarakat berhak menolak dan alat pembayaran yang sah adalah rupiah, bukan permen atau yang lainnya. "Apa sanksinya? Dalam ketentuan sih sudah disebutkan, tapi yang menetapkan sanksi pidana atau tidak, aparat penegak hukum tadi," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

UU Mata Uang

Sebagai informasi, dikutip dari UU Mata Uang, Pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.

bahkan pelaku usaha yang mengganti uang kembalian dengan permen bisa dipidanakan dengan ancaman hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda Rp 200 juta.

Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang juga menyebutkan, setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Artinya, uang kembalian harus menggunakan Rupiah sebagai bentuk transaksi dan pembayaran sedangkan permen, gorengan sebagainya bukan alat pembayaran yang sah dan tidak dapat digunakan sebagai uang kembalian.

3 dari 4 halaman

Awas, Bayar Uang Kembalian dengan Permen Bisa Kena Denda Rp 200 Juta

Fenomena uang kembalian diganti dengan permen, gorengan atau hal lainnya masih marak dilakukan pelaku usaha di Indonesia. Padahal perilaku tersebut dilarang Pemerintah, Karena tidak sesuai undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang.

Disisi lain, semakin jarang terlihatnya uang koin dalam transaksi masyarakat, menyebabkan masalah dalam sistem uang kembalian jika berbelanja di warung.

Seharusnya, konsumen mendapatkan pengembalian uang dalam bentuk koin, tetapi uang tersebut diberikan dalam bentuk permen atau bentuk lainnya. Padahal perilaku itu termasuk dalam menelantarkan hak-hak konsumen.

Dikutip dari UU Mata Uang, Pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.

Penjara Setahun atau Denda Rp 200 JutaDisisi lain, bahkan pelaku usaha yang mengganti uang kembalian dengan permen bisa dipidanakan dengan ancaman hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda Rp200 juta.

Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang juga menyebutkan, setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Artinya, uang kembalian harus menggunakan Rupiah sebagai bentuk transaksi dan pembayaran sedangkan permen, gorengan sebagainya bukan alat pembayaran yang sah dan tidak dapat digunakan sebagai uang kembalian.

4 dari 4 halaman

BI: Rusak Uang Rupiah Bisa Dipenjara 5 Tahun dan Denda Rp 1 Miliar

Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial postingan uang rupiah kertas pecahan Rp 2.000 disemprot warna hijau oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga membuat uang tersebut seperti Rp 20.000.

Postingan tersebut diunggah oleh akun Instagram dramaojol.id, yang mengunggah tangkapan layar dari sebuah twitter dengan nama akun Reza Palevi @crezative.

"Hati-hati nih guys. Kondisi sekarang orang jahat makin pinter pake nyemprotin pewarna hijau ke uang Rp 2.000 jadi dikira uang Rp 20.000. Jangan cepat-cepat ngantongin uang," tulis akun @crezative dikutip , Rabu (4/8/2021).

Menanggapi, Kepala Departemen Pengedaran Uang Bank Indonesia (BI) kala itu Marlison Hakim mengatakan tindakan merusak uang rupiah bisa kena sanksi pasal penipuan karena telah dipakai untuk menipu orang.

“Tindakan merusak Rupiah sendiri sudah ada sanksinya di UU Mata Uang. Bahwa kemudian uang itu dipakai buat menipu akan terkena pasal penipuan,” kata Marlison kepada .

Dia menyebut larangan merusak rupiah sudah tercantum dalam UU Mata Uang Pasal 25 ayat 2, yang berbunyi “Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah”.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat