uefau17.com

Indonesia Krisis ISBN, Apa Dampaknya? - Regional

, Yogyakarta - International Standard Book Number (ISBN) merupakan nomor atau kode pengindetifikasian unik pada buku yang di dalamnya tercantum judul, penerbit, hingga kelompok penerbit. Baru-baru ini, isu terkait krisis ISBN mencuat di media sosial X.

ISBN terdiri dari 13 digit nomor unik yang diterbitkan oleh lembaga internasional, Badan Internasional ISBN, yang berbasis di London. Nomor ISBN ini disalurkan kepada negara-negara di dunia secara rutin dalam jangka waktu tertentu, termasuk Indonesia.

Pendistribusian itu juga memiliki jumlah kuota terbatas. Jumlah nomor ISBN yang dialokasikan terakhir kali untuk Indonesia pada 2018 adalah 1 juta nomor. Satu-satunya lembaga dalam negeri yang berhak menyalurkan ISBN di perusahaan penerbit Indonesia adalah Perpustakaan Nasional (Perpusnas).

Banyak warganet yang menyayangkan membludaknya buku ber-ISBN yang dinilai tak layak terbit, seperti cetakan buku fanfict (fan-fiction), produk web novel, hingga buku-buku terbitan pribadi (self publish). Pada akhirnya, hal itu mengakibatkan adanya krisis ISBN di Indonesia.

Mengutip dari berbagai sumber, krisis ISBN merupakan kasus istimewa yang mulai muncul pada 2020 dan 2021. Kasus ini muncul sebagai imbas dari penerbitan masif yang terjadi selama pandemi Covid-19.

Masifnya penerbitan buku kemudian melahirkan krisis ISBN di Indonesia. Dari jumlah 1 juta nomor yang dialokasikan untuk Indonesia, kini hanya tersisa 270 ribu nomor ISBN.

Mengutip dari UNS Press, krisis ISBN di Indonesia bermula dari teguran Badan Internasional ISBN London kepada Perpusnas. Badan ISBN London menemukan kasus jumlah penerbitan buku yang tidak wajar di Indonesia.

Selama 2020 hingga 2021, pihak London mengklaim bahwa Indonesia telah menerbitkan sebanyak 208.191 buku ber-ISBN. Dalam kurun waktu empat tahun (2018-2021), Indonesia sudah menerbitkan 623.000 judul buku ber-ISBN. Hingga 2023, sudah ada sekitar 728.389 buku yang diterbitkan dengan ISBN.

Umumnya, pengalokasian 1 juta nomor di negara-negara lain bisa digunakan hingga 10 tahun. Namun, pengalokasian tersebut hampir habis dalam enam tahun di Indonesia.

Saat ini, hanya tersisa sekitar 270 ribu nomor ISBN. Kondisi ini kemudian disebut sebagai krisis ISBN.

Dampak dari krisis ISBN mengakibatkan buku-buku lain kesulitan terbit dengan ISBN. Bahkan, bisa juga menyebabkan beberapa buku ditunda hingga batal terbit.

Meski demikian, sebenarnya buku tetap bisa terbit sekalipun tanpa ISBN. Hanya saja, buku yang terbit tanpa ISBN tidak bisa tercatat dalam sistem nasional di Perpusnas, sehingga pelacakan identitas dan pendistribusian buku akan berpengaruh.

Dampak krisis ISBN lainnya adalah terhambatnya penerbitan ulang buku yang mengalami perubahan signifikan. Pada kasus tersebut, pengajuan nomor ISBN tidak bisa menggunakan ISBN lama dan harus menggantinya dengan yang baru.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat