uefau17.com

Mengenal Merariq, Tradisi 'Kawin Lari' Suku Sasak - Regional

, Lombok - Merariq adalah salah satu tradisi perkawinan yang cukup unik di Suku Sasak Nusa Tenggara Barat. Tradisi ini dilakukan dengan cara calon mempelai laki-laki harus melarikan atau menculik calon mempelai wanita sebelum melakukan ritual pernikahan.

Mengutip dari 'Pelaksanaan Tradisi Perkawinan Merariq (Besebo) Suku Sasak di Lombok Timur' oleh Ratu Muti’ah Ilmalia, I Nyoman Putu Budiartha, dan Diah Gayatri Sudibya, merariq juga dapat disebut dengan kawin lari. Tradisi ini merupakan proses awal sebelum dilangsungkannya pernikahan.

Calon mempelai wanita yang diculik selanjutnya akan dibawa dan disembunyikan di rumah keluarga pihak ketiga dari si laki-laki. Hal ini bertujuan untuk menjadikan perempuan tersebut sebagai istrinya.

Tradisi kawin lari ini merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat implementasi tiga hukum (pluralisme hukum) sekaligus, yakni hukum teologi (syariat), custom (budaya), dan state (negara). Sistem merariq mempunyai penyelesaian berupa pelaksanaan negosiasi antara perwakilan pihak calon mempelai laki-laki dengan keluarga calon mempelai wanita.

Hal tersebut diistilahkan dengan selabar untuk menyepakati pembayaran ajikrame dan pisuke sebagai salah satu cara mencapai perdamaian kedua pihak. Merariq menjadi ciri khas masyarakat Sasak yang dipertahankan keberadaannya selama masih dijalankan sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku.

Namun, merariq seringkali menimbulkan kesan negatif dan konflik antar keluarga. Meski demikian, merariq telah menjadi tradisi turun-temurun yang harus tetap dilaksanakan.

Pasalnya, dalam merariq juga terkandung nilai luhur dalam kehidupan masyarakat dan dilakukan sesuai dengan aturan dan adat masyarakat setempat. Merariq adalah bukti seorang laki-laki memiliki keberanian untuk menjadikan seorang perempuan sebagai istrinya. Tradisi Sasak ini juga mengharuskan mempelai laki-laki bertanggung jawab penuh atas apa yang ia lakukan.

Adapun penerapan tradisi perkawinan merariq (besebo) menurut Undang-undang No 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam sudah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku dalam syariat islam. Tradisi ini dianggap sah, baik secara hukum positif maupun hukum Islam.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat