uefau17.com

Sawit Berkelanjutan, Yayasan KEHATI-Kemenko Perekonomian Bentuk SPOS Indonesia - Regional

, Jakarta Hari Hutan Sedunia dirayakan setiap tanggal 21 Maret di tiap tahunnya. Tak hanya peringatannya saja, tapi ada misi utamanya yakni untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya arti hutan bagi kehidupan.

Pada tahun 2022, peringatan Hari Hutan Sedunia di Indonesia mengusung tema ‘Hutan dan Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan’. Karena sumber kehidupan manusia sangat terkait erat dengan keberadaan hutan. Terlebih salah satu fungsi terpenting dari hutan adalah produksi oksigen, selain mengatur sistem tata air.

Dari data yang disusun Yayasan KEHATI, pemanfaatan hutan berlebihan hingga menimbulkan deforestrasi tidak terkendali, yang dapat berujung pada kerusakan alam yang mengancam kehidupan, seperti peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim global.

Bahkan di Indonesia, isu deforestrasi tidak bisa dilepaskan dari besarnya gelombang ekspansi perkebunan sawit. Yang mana, akhir-akhir ini terjadi di segenap wilayah dan ditengarai masuk, untuk tidak mengatakan merambah ke dalam kawasan hutan.

Data statistik menunjukkan, total luas tutupan sawit nasional telah mencapai 16,8 juta hektare. Sekitar 20,23 persen atau 3,4 juta hektar adalah kebun-kebun kelapa sawit, yang berlokasi di dalam kawasan hutan, baik yang berstatus sebagai kebun perusahaan maupun kebun rakyat.

Ekspansi perkebunan sawit yang luar biasa ini, tidak heran kalau pada 2018, pendapatan nasional dari ekspor minyak sawit bisa menyalip minyak bumi dan gas, dengan nilai total mencapai USD 20,5, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2018.

Pada saat yang sama, di tingkat global, Indonesia juga menyalip Malaysia dalam hal produsen dan eksportir minyak sawit. Sekaligus menempatkan diri sebagai negara produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengalahkan Tiongkok, Malaysia, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Yayasan KEHATI bersama Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, yang didukung oleh pemerintah Inggris, merespon dinamika isu lingkungan, khususnya hutan dan singgungannya dengan kelapa sawit.

Mereka mengembangkan Program Penguatan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan atau Strengthening Palm Oil Indonesia Sustainability (SPOS) Indonesia.

Hal tersebut sudah dilakukan sejak 2019 hingga saat ini. Di mana, misi utama program untuk memperkuat tata kelola (sektor) kelapa sawit, yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan petani kecil, pengurangan deforestasi dan degradasi lahan gambut.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Program SPOS Indonesia

Direktur Program SPOS Indonesia Irfan Bakhtiar mengatakan, untuk bisa mencapai misi tersebut, beberapa program strategis perlu dijalankan secara konsisten, baik di tingkat kebijakan, kelembagaan, maupun di lapangan.

“Untuk mengerem laju ekspansi perkebunan kelapa sawit, perlu ada upaya pengembangan sistem sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan yang baru (ISPO baru),” ucapnya, Senin (21/3/2022).

Di lapangan, bersama masyarakat, desa, petani, dan pemerintah desa, SPOS Indonesia mempromosikan Rencana Tata Guna Lahan Desa (RTGLD).

Mereka juga mendorong pemerintah desa dan masyarakat untuk menempatkan dan mempertahankan sisa hutan, yang ada sebagai bagian dari kawasan lindung desa.

Upaya lain yang mereka untuk mengurangi deforestrasi karena ekspansi sawit yang terlanjur masuk dalam kawasan hutan, yaitu melalui konsep Jangka Benah.

3 dari 3 halaman

Strategi Jangka Benah

Strategi Jangka Benah (SJB) yang dikembangkan oleh Program SPOS Indonesia-Yayasan KEHATI bersama mitra Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, merupakan upaya sosio-teknis-kebijakan untuk memperbaiki struktur dan fungsi ekosistem hutan yang telanjur rusak.

Penerapannya tersebut dimulai dengan membenahi keberadaan kebun sawit rakyat monokultur, di dalam kawasan hutan yang dapat mengganggu dan merusak struktur dan fungsi ekosistem hutan.

Kerusakan tersebut dapat diperbaiki secara bertahap (periodik), dengan penguatan kelembagaan, tindakan silvikultur yang terjadwal, dan dukungan kebijakan.

SJB sendiri juga merupakan instrumen untuk mempercepat pencapaian program perhutanan sosial (PS), sekaligus menjadi salah satu alternatif penyelesaian penguasaan lahan di dalam kawasan hutan.

“Tidak bisa dipungkiri, SJB adalah salah satu inisiasi yang berhasil diadopsi menjadi kebijakan pemerintah dalam penyelesaian pekebunan sawit yang terlanjur masuk dalam kawasan hutan,” ungkapnya.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat