, Aceh - Tiga buah piring keramik bermotif abad pertengahan pecah, vas kecil berbentuk stroberi terbelah dua, lempengan CD berisi lagu dangdut, India, dan beberapa film berserakan ke bawah meja. Isi bufet tampak berantakan bak kapal pecah.
"Saat itu, ibu sempat bersih-bersih pascagempa yang berlangsung menitan. Saya dan keluarga sebelumnya keluar ke halaman semua," ujar Bonol (30) mengawali kisahnya, kepada , Rabu, 9 Januari 2019, malam, di sebuah warung kopi, sudut kota Meulaboh, Aceh Barat.
Dia mengaku sempoyongan hingga terasa isi perut mau keluar sesaat setelah gempa berkekuatan 9,1 Skala Richter itu mengguncang Aceh. Ketika itu, dia berusaha menenangkan diri dengan bersandar ke beton teras rumah sambil menutupi mulutnya, menampakkan gelagat seseorang yang ingin muntah.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak, kami tidak langsung masuk ke rumah. Ada empat rumah di situ, di samping rumah juga ada lorong, ada rumah lagi. Di halaman yang menjadi halaman empat buah rumah berderetan, kami berkumpul. Kami bercerita dan bertanya-tanya soal kabar gedung roboh dan menimpa orang, tubuhnya terbelah dua di dekat gardu polantas," tutur Bonol.
Saat sedang bercakap-cakap di halaman rumah, ayah Bonol menceletuk soal cerita yang pernah disampaikan oleh neneknya, dulu sekali. "Kalau ada gempa seperti ini, kata orangtua, air laut naik ke daratan atau kami sebut smong," dia mengulang ucapannya yang saat itu tidak mengenal kosakata tsunami.
"Tentu saja kami tidak menganggap serius apa yang dikatakan ayah. Setelah gempa, masuk lagi ke dalam rumah, ayah memperbaiki becak, ibu merapikan dan membersihkan rumah, abang kembali ke dapur, masak mi, saya sendiri sedang bersiap mau ke luar. Namun, saat itu, saya tunggu orang yang pinjam sepeda saya pulang," sambungnya.
Pria lulusan ilmu politik itu menjelaskan serinci mungkin, soal tempat tinggalnya, yang tidak jauh dari pinggir pantai. Dengan memanjat beton lapangan sepak bola bisa langsung ke bibir pantai. Namun, sebelumnya, harus menyeberangi dua buah jalan besar.
Dulu, Bonol sering berlarian di jalan tersebut, sambil menghindari kendaraan untuk memungut bola yang terlempar ke luar lapangan, dengan masih mengenakan sepatu bola, yang mengeluarkan bunyi khas saat pool sepatu menyentuh lantai. Masa-masa itu, sangatlah menyenangkan, setidaknya bagi Bonol.
"Saat itu, ada desas-desus orang-orang berkumpul di pinggir pantai, karena ikan-ikan, katanya, berlompatan ke daratan. Bisa jadi, orang-orang menganggap fenomena yang tidak lazim itu sebagai berkah. Banyak yang kegirangan, memungut ikan untuk dibawa pulang," kata Bonol.
Sayangnya, kata dia, ikan-ikan itu tidak pernah berlompatan ke daratan, tetapi air laut surut sehingga membuat karang-karang di laut bermunculan. Orang-orang tidak tahu, di belakangnya, ada lumpur hitam bercampur belerang yang sedang menuju ke daratan dengan kecepatan penuh menerjang pesisir Aceh.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Sabung Nyawa Sang Tetangga
![Ilustrasi tsunami](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/z5n2o0i4DW05CetqodvZ_IT420A=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2554653/original/060694700_1545544371-alex-perez-1133729-unsplash.jpg)
"Aiiiiiiiiiiiiirr," ayahnya berteriak, tepat setelah Bonol mendengar bunyi persis saat sebuah tendem roller melindas aspal, dan mengeluarkan suara seperti guntur. Belakangan dia tahu, itu adalah bunyi air bah yang sedang menghantam apa pun yang ada di depannya.
Lumpur kecokelatan yang tingginya melewati pucuk pohon mangga di belakang rumah Bonol terlihat begitu jelas. Orang-orang berteriak histeris, ketakutan, sambil berlarian, sebagian menangis.
"Aku dan ibu, berlarian ke arah sebuah sekolah, lalu terus berlari dan berjalan, istirahat, diulang lagi. Ayah dan abang tidak tahu. Kami menyesak bertelanjang kaki di kerumunan. Aku dan ibu, mukjizat tidak kena air. Padahal awalnya, kami seperti kejar-kejaran dengan air. Aku melihat sendiri air laut cokelat di belakang rumah," tutur lelaki yang doyan bergelayutan dari warung kopi ke satu warung kopi ini.
Bonol dan ibunya sempat bertahan satu malam di rumah seorang pimpinan pesantren di Desa Leuhan. Sambil menyesakkan nasi putih tanpa lauk yang dia dan ibunya makan pada pagi itu, Bonol meneteskan air mata, mengingat pagi sebelum tragedi itu terjadi, semuanya baik-baik saja.
"Saat itu, sedihnya menyesakkan dada. Kau mau tahu. Kayak lagu Seventeen, yang judul 'Kemarin' itu, persis kali perasaan aku. Sakit kali, sumpah. Mau teriak rasanya. Kok kayak mimpi ya. Segitulah dunia. Tuhan bisa dengan sekali empas saja, langsung merengek kita," ucapnya.
Pada hari lain, belasan tahun kemudian, setelah tragedi gempa dan tsunami 26 Desember 2004 di Aceh terjadi, ayah Bonol menceritakan detik-detik seorang tetangga menyelamatkan nyawanya. Kala itu, ayahnya terjepit oleh sebuah pagar beton setelah digulung ombak.
Saat itu, ayahnya dapat merasakan ujung besi tajam dari kawat yang ada di pagar menusuk pahanya. Dia tidak bergerak sedikit pun, matanya mulai berkunang-kunang, dan mulutnya megap-megap.
Seorang lelaki yang dikenalinya sebagai tetangga melintas. Melihat ayah Bonol, lelaki yang sedang berusaha menyelamatkan diri di antara derasnya air itu kembali, lalu mengangkat pagar beton yang mengimpit ayah Bonol.
"Mukjizatnya, saat itu, ketika ayah saya tenggelam dan diimpit pagar, itu airnya tinggi seleher. Tapi, kok ya si tetangga itu, ukuran airnya seperti sepinggang saja. Seolah memang takdir. Padahal, air sangat deras, tapi dia mau selamatkan orang lain," Bonol mengulang kisah ayahnya yang selamat dari amuk tsunami.
Advertisement
Karena Nyanyian 'Emak'
![Ilustrasi tsunami](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/PmsJy7VZA7XA3-WtNf5ZLWAFn4Q=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1751977/original/012589800_1539491790-gambar_tsunami.jpg)
Hal yang paling disesalkan ayah Bonol karena tidak siap siaga setelah gempa. Jika saja dia menuruti nanga-nanga yang pernah dituturkan oleh nenek Bonol, bisa jadi, barang-barang berharga masih bisa diselamatkan.
"Tapi, saat itu ayah juga sudah curiga, ketika ada yang bilang, orang-orang memungut ikan di laut. Tapi, terlambat sadar. Sadar waktu air laut sudah menyapu daratan," kata Bonol.
Ketika itu, bala mengambil korban hingga ratusan ribu jiwa. Gelombang raksasa terjadi setelah gempa bumi di bawah laut, sekitar 100 kilometer sebelah barat pantai Sumatera, pukul 07.59 waktu setempat.
Gempa bumi berlangsung selama 10 menit. Menurut berbagai perhitungan, kekuatan gempa saat itu mencapai 9,1 sampai 9,3 pada skala Richter, dan merupakan gempa terbesar kedua dalam 100 tahun terakhir setelah gempa bumi di Chili berkekuatan 9,5 skala Richter yang terjadi pada 1960.
Aceh adalah salah satu wilayah terdampak paling parah. Korban jiwa saat itu mencapai 130.000 jiwa. Angka ini tidak termasuk jumlah korban di negara lain yang juga terdampak, seperti Sri Lanka, India, dan Thailand.
Namun, di balik itu semua, Pulau Simeulue adalah anomali. Pulau yang berada kurang lebih 150 kilometer dari lepas pantai barat Aceh ini, memiliki angka korban meninggal yang sangat sedikit dibanding wilayah lainnya.
Dari sekitar 78.000 penduduk di kepulauan itu, korban meninggal tidak sampai sepuluh orang. Para korban pun, disebut-sebut meninggal bukan karena tidak bisa menyelamatkan diri dari gulungan tsunami, akan tetapi faktor sakit dan tertimpa runtuhan gempa.
Minimnya jumlah korban jiwa dinilai tidak logis. Ini mengingat, Pulau Simeulue terletak hanya sekitar 60 kilometer dari episentrum gempa berkekuatan 9,1 Skala Richter tersebut.
Usut punya usut, masyarakat Simeulue terselamatkan oleh nyanyian yang sering disenandungkan oleh orangtua terdahulu. Masyarakat di Pulau Simeulue tidak mengenal istilah 'tsunami' tapi smong, yang sering disebut di dalam nanga-nanga.
Salah satu bunyi nanga-nanga tersebut, yakni:
Kilek, suluh-suluhmo, Lai’ (bubuk) kedang-kedangmo, Linon uak-uakmu, Smong dumek-dumekmo.
Artinya, 'kilat sebagai suluh (penerang) mu. Petir jadi gendang-gendangmu. Gempa jadi ayunanmu. Tsunami jadi permandianmu'.
Cerita tutur smong ini menjadi kearifan lokal. Diteruskan dari generasi ke generasi, jauh, sebelum tragedi gempa dan tsunami di Aceh terjadi.
'Smong' terjadi pada 1907. Bencana tersebut terjadi pada Januari pukul 14.00 waktu setempat, berpusat di Salur, Mukim Bakudo Batu, Kecamatan Teupah Barat, Simeulue.
Karena itu, tak lama setelah gempa terjadi masyarakat di kepulauan Simeulue bergegas ke dataran tinggi. Mereka sudah memprediksikan akan terjadi gelombang raksasa yang dikenal sebagai smong.
Atas hal ini, United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) memberi penghargaan UN Sasakawa Award kepada orang-orang Simeulue pada 12 Oktober 2005. Penghargaan itu diberikan di Bangkok, Thailand.
Selain itu, kosakata smong ikut memperkaya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terakhir atau Edisi V. Dari 127.036 lema, terdapat 250 lema yang diserap dari bahasa Aceh, termasuk di dalamnya, kosakata smong.
"Tapi, yang paling disayangkan, itu hanya menjadi keping budaya, hanya budayawan yang tahu, mayoritas orangtua saat ini mana tahu smong, maksudku dengan aspek adatnya, tahunya ya, habis gempa hati-hati tsunami. Atau lihat apa info BMKG. Sonar alami tidak lagi," ujar pria yang lahir di pulau yang punya julukan 'Simeulue Ate Fulawan' atau Simeulue Berhati Emas.
Simak video pilihan berikut ini:
Hari Minggu 12 tahun silam itu, Saiful Yusri (62) bersama istri dan anaknya sedang berada di rumah saat gempa tiba-tiba menguncang bumi. Saat itu warga berhamburan keluar rumah.
Terkini Lainnya
Masalah Baru Arya Si Bocah Obesitas Usai Berhasil Turunkan Berat Badan
Heboh Harta Karun dari Tiongkok di Karawang, Ternyata...
Ritual Pernikahan Unik di Sungai Mandar
Sabung Nyawa Sang Tetangga
Karena Nyanyian 'Emak'
Tsunami
Aceh
Tsunami Aceh
Gempa Aceh
Pulau Simeulue
Rekomendasi
Waspada, Badan Geologi Sebut Pantai di Pulau Simeulue Aceh Rawan Tsunami
Copa America 2024
Reaksi Lionel Messi Gagal Penalti di Duel Argentina Vs Ekuador
Hasil Copa America 2024: Argentina Susah Payah Tundukkan Ekuador Lewat Adu Penalti
Hasil Copa America 2024: Lionel Messi Gagal Cetak Gol, Argentina Lolos ke Semifinal Lewat Adu Penalti Singkirkan Ekuador
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Saksikan Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Ekuador, Baru Dimulai
Ketua KPU
Megawati Kecewa Kasus Ketua KPU Hasyim Asy'ari: Kok Begitu Ya, Pusing Saya
Infografis DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari Terkait Tindak Asusila
Top 3 News: Ketua KPU Hasyim Asy'ari Beri Fasilitas Korban Asusila Apartemen di Jaksel dan Uang Perbulan
Skandal Asusila eks-Ketua KPU, Apakah Dosa Zina Bisa Diampuni Allah? Buya Yahya Bilang Begini
HEADLINE: Skandal Asusila Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Dipecat DKPP, Berujung Proses Pidana?
Timnas Indonesia U-16
Timnas Indonesia Rebut Perunggu Piala AFF U-16 2024, Erick Thohir: Lebih Baik di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Timnas U-16 Kalahkan Vietnam 5-0, Nova Arianto Minta Skuad Garuda Muda Tak Euforia
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Pilkada 2024
Survei WRC Pilkada Sulut 2024: Elektabilitas Jan Maringka 27,3%, Disusul Elly Lasut 27,1%
Survei GRC Jelang Pilkada Jember 2024: Mantan Bupati Faida Unggul, Disusul Petahana Hendy Siswanto
PKB Tegaskan Tidak Dukung Ridwan Kamil di Pilkada Jabar 2024
Demokrat Rekomendasikan Dukungan ke 3 Paslon Ini untuk Pilkada Papua Barat, Babel, dan Jambi
Coklit Pilkada 2024 Sudah Sasar 16,6 Juta Pemilih di Jatim, Target Tuntas di Hari ke-20
TOPIK POPULER
Populer
50 Anggota DPRD Makassar Bakal Diberi Pin Emas, Total Harga Capai Rp2 Miliar
Saat Warga Pengungsi Gunung Ruang Menjadi Pantarlih Pilkada Sulut 2024
Daya Rusak Sama dengan Narkoba, Ini Kata PP Persis Soal Judi Online
Gunung Ibu Masih Terus Erupsi hingga Jumat Pagi 5 Juli 2024, Kolom Abu Capai 3.000 Meter
Cerita Inspiratif Rahmawati Menyulap ‘Gudang Buku’ Jadi Perpustakaan Keren di Aceh
Viral Ormas Kepung Asrama Mahasiswa Papua di Makassar Buntut Pengibaran Bendera Bintang Kejora
Kualat Bawa Kabur Motor Ustaz, TNI Gadungan di Lampung Dicokok Polisi
Sempat Diprotes Ormas, Festival Kuliner Nonhalal di Solo Kembali Dibuka
Hasil Jajak Pendapat Sanrio, Karakter Hello Kitty Ternyata Kalah Pamor, Siapa Unggulannya?
Euro 2024
Prancis Vs Portugal 8 Besar Euro 2024: Les Bleus Siap Tampil Garang
Prediksi Euro 2024 Portugal vs Prancis: Adu Ketajaman Cristiano Ronaldo dan Kylian Mbappe
Putusan Jude Bellingham Terungkap, Inggris Pertimbangkan Perubahan Radikal di Perempat Final Euro 2024
Spanyol Vs Jerman: Der Panzer Manfaatkan Status Tuan Rumah
Timnas Spanyol Percaya Diri Jelang Duel Perempat Final Euro
Berita Terkini
Profil Keir Starmer, PM Inggris Baru Pengganti Rishi Sunak yang Punya Gelar 'Sir'
Menko Luhut Bongkar Isi Laut Indonesia: Mega Biodiversity dengan 8.500 Biota
Jadwal, Hasil, dan Klasemen Final Four PLN Mobile Proliga 2024: Siapa Rebut Gelar Juara?
Menangis Saat Baca Pleidoi, SYL: Kesaksian dalam Sidang Bagai Guntur dan Petir
Bacaan Niat Puasa Daud, Tata Cara, dan Waktu Pelaksanaannya yang Perlu Diketahui
Potret Afgan Bareng Dita Secret Number dan Zayyan Xodiac, Sukses Konser di Seoul
Kronologi OJK Coba Selamatkan Kresna Life Sebelum Akhirnya Cabut Izin Usaha
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle Bakal Tayang di Bioskop sebagai Film Trilogi, Jadi Puncak Kisah Animenya
Saksikan FTV Kisah Nyata Sore Spesial di Indosiar, Jumat 5 Juli 2024 Via Live Streaming Pukul 16.00 WIB
5 Kode Redeem Zenless Zone Zero Juli 2024, Jangan Sampai Ketinggalan!