uefau17.com

8 Fakta Terkait Kasus Jual-Beli Ginjal Internasional yang Berhasil Diungkap Polisi - News

, Jakarta - Kasus jual-beli ginjal jaringan internasional berhasil diungkap. Polisi pun menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus jual-beli ginjal tersebut.

Pengungkapan kasus jual-beli ginjal jaringan internasional dilakukan oleh Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi setelah menemukan basecamp di Perumahan Vila Mutiara Gading Jalan Piano IX Desa Setiaasih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Dalam operasi ini tim gabungan Polda Metro Jaya di bawah asistensi dan di-backup dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan 12 tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam keterangannya, Kamis 20 Juli 2023.

Hengki menerinci dari 12 orang tersangka. 10 di antaranya merupakan bagian dari sindikat. Adapun, satu orang merupakan koordinator secara keseluruhan atas nama tersangka Hanif atau H.

Selain itu menurut Hengki, dua orang oknum institusi pemerintahan terseret kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. Mereka adalah Anggota Polri Aipda M dan Pegawai Imigrasi AH.

"Dua tersangka ini bukan termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu oknum anggota Polri Aipda M dan oknum imigrasi atas nama AH," kata Hengki.

Hengki menerangkan, Aipda M berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan.

Dalam hal ini, 10 orang tersangka mencari bantuan supaya lolos dari jeratan hukum. Saat itu, mereka dibantu oleh Aipda M.

Hengki menerangkan, Aipda M meminta 10 orang tersangka menganti-ganti telepon genggam berserta sim card, dan berpindah-pindah lokasi guna menghindari krjaran petugas kepolisian.

Berikut sederet fakta terkait pengungkapan kasus jual-beli ginjal jaringan internasional oleh Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi dihimpun :

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 9 halaman

1. Polisi Tetapkan 12 Tersangka dan Ungkap Perannya

Polisi menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus jual-beli ginjal jaringan internasional.

Kasus ini berhasil diungkap oleh Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi setelah menemukan basecamp di Perumahan Vila Mutiara Gading Jalan Piano IX Desa Setiaasih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Dalam operasi ini tim gabungan Polda Metro Jaya di bawah asistensi dan di-backup dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan 12 tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam keterangannya, Kamis 20 Juli 2023.

Hengki menerinci dari 12 orang tersangka. 10 di antaranya merupakan bagian dari sindikat. Adapun, satu orang merupakan koordinator secara keseluruhan atas nama tersangka Hanif atau H.

"Hanif ini menghubungankan Indonesia dan Kamboja," ujar dia.

Hengki melanjutkan, koordinator Indonesia atas nama Septian dan satu orang atas nama Luqman yang bertugas melayani pendonor selama di Kamboja baik itu menghubungan dengan rumah sakit, menjemput calon pendonor. Sedangkan, tujuh orang lain bertugas sebagai perekrut yang mengurus paspor akomondasi dan sebagainya.

Hengki menerangkan, dua tersangka lain bukan termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu oknum anggota polri Aipda M dan oknum imigrasi atas nama AH.

"Berdasarkan perintah Kabareskrim dan Kapolda kita akan kembangkan lagi. Kita terus lakukan tindakan sehingga bisa ciptakan efek jera," ujar dia.

 

3 dari 9 halaman

2. Oknum Polisi dan Imigrasi Terseret, Ini Perannya

Dua orang oknum institusi pemerintahan terseret kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. Mereka adalah Anggota Polri Aipda M dan Pegawai Imigrasi AH.

Keduanya bersama 10 orang sindikat penjualan ginjal internasional berhasil diringkus oleh tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Metro Bekasi.

"Dua tersangka ini bukan termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu oknum anggota Polri Aipda M dan oknum imigrasi atas nama AH," kata Hengki.

Dia menerangkan, Aipda M berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan.

Dalam hal ini, 10 orang tersangka mencari bantuan supaya lolos dari jeratan hukum. Saat itu, mereka dibantu oleh Aipda M. Hengki menerangkan, Aipda M meminta 10 orang tersangka menganti-ganti telepon genggam berserta sim card, dan berpindah-pindah lokasi guna menghindari krjaran petugas kepolisian.

Hengki menerangkan, Aipda M turut menerima upah Rp 612 juta dari sindikat jual-beli ginjal. Kepada pelaku, Aipda M menyatakan bisa urus agar tidak dilanjutkan kasusnya.

"Sehingga kami mengalami kesulitan mengungkap sindikat ini. Tapi justru dengan terungkapnya Aipda M ini, kita bisa bongkar sindikat yang ada di Indonesia. Posisinya ada di mana hingga persembunyian terakhir," ujar Hengki.

Sementara itu, satu orang oknum imigrasi inisial AH juga menerima uang Rp 3,2 juta sampai Rp 3,5 juta dari pendonor yang diberangkatkan dari balik.

Atas perbuatanya, Tersangka Aipda M dijerat Pasal 22 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang junto Pasal 221 ayat 1 (1) ke 1 KUHP. Sedangkan, tersangka AH dikenakan Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 4 junto pasal 8 UU RI 21 tahun 2007 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang

"Setiap penyelenggaran negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdangan orang. Jadi ancaman ditambah 1/3 isi dari pasal-pasal pokok," ucap dia.

 

4 dari 9 halaman

3. Besaran Uang yang Diterima Pendonor

Polisi menjelaskan, sindikat jual-beli organ ginjal jaringan internasional mendapat upah Rp 200 juta tiap kali berhasil mendatangkan pendonor untuk transplantasi ginjal.

Dari nominal itu, pendonor akan mendapatkan bagian Rp 135 juta. Sedangkan, sisanya diperuntukoan untuk para pelaku.

"Para Sindikat Indonesia terima pembayaran Rp 200 juta. 135 juta dibayar pendonor, sindikat terima Rp 65 juta per-orang dipotong ongkos operasional pembuatan paspor kemudian naik angkutan dari bandara ke rumah sakit dan dan sebagainya," kata Hengki.

Dia menerangkan, pendonor akan diobservasi kurang lebih selama seminggu sambil menunggu dipertemukan dengan calon penerima ginjal. Kemudian, dilaksanakan transplasi ginjal. Sementara itu, masa penyembuhan tujuh hari, kemudian kembali ke Indonesia.

Hengki mengatakan, para pelaku menjanjikan uang Rp 135 juta kepada masing-masing pendonor setelah selesai melaksanakan transplantansi ginjal di Kamboja sana.

"Jadi setelah transplantasi beberapa hari kemudian langsung di transfer ke rekening pribadi," kata dia.

Hengki menerangkan, hasil pemeriksaan terungkap penerima ginjal berasal dari sejumlah penjuru negara. "Ada India, China, Malaysia, Singapura dan sebagainya," ungkap Hengki.

 

5 dari 9 halaman

4. Ciri Korban yang Biasanya Diincar Pelaku

Kemudian, Hengki menyebut, sindikat jual-beli ginjal tersebut mengincar kelompok rentan.

"Hasil pemeriksaan kami bahwa sebagian korban adalah bermotif ekonomi sebagai dampak dari pandemi. Sebagian besar hilang pekerjaaan dan sebagainya," kata dia.

Menurut dia, sindikat merekrut, menampung dan memanfaatkan kelompok rentan dengan tujuan eksploitasi dalam hal jual-beli ginjal.

Hengki menyebut, korban terdiri dari berbagai macam latar belakang. Ada yang berprofesi sebagai pedagang, guru privat, buruh, dan sekuriti. Bahkan calon pendonor ada yang merupakan lulusan S2 dari Universitas ternama.

"Karena tidak ada kerjaan daripada dampak pandemi. Jadi motifnya sebagin besar adalah ekonomi dan posisi rentan dimanfatkan sindikat dan jaringan ini," kata dia.

Hengki mengatakan, proses transplantasi ginjal tidak dilakukan di Indonesia tapi di Kamboja. Ada dua 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Hengki menyebut, 10 diantaranya merupakan bagian dari sindikat.

"Di mana dari 10 ini 9 adalah mantan pendonor," ujar dia.

 

6 dari 9 halaman

5. Kronologi Lengkap Pengungkapan Kasus Jual Beli Ginjal Jaringan Internasional

Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi mengungkap kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. Diketahui, kasus ini berawal dari temuan basecamp di Perumahan Vila Mutiara Gading Jalan Piano IX Desa Setiaasih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Hengki menerangkan, beberapa pelaku yang terlibat dalam kasus jual-beli ginjal di Indonesia pun ditindak. Hasil pengembangan, rupanya termasuk kejahatan terorganisasi transnasional.

Setelah di sana, lanjut dia, dalam pemeriksaan digital forensik terungkap bahwa ada 14 korban yang akan diadakan operasi di Kamboja. Tim gabungan dibentuk untuk selamatkan pendonor yang ada di kamboja saat itu.

"Kami berangkat Kamboja 30 Juni tim lengkap dari Bareskrim Polda Metro Jaya dan Divisi Hubungan Internasional Polri. Namun di sana terhalang oleh adanya birokrasi," ujar dia.

Hengki menerangkan, selama kurang lebih dua minggu berada di Kamboja tercium oleh para pelaku. Kemudian mereka langsung segera keluar dari rumah sakit melalui jalan darat menuju Vietnam.

"Terbang dari Vietnam ke Malaysia baru ke Bali. Namun sindikat ini setelah sampai ke Indonesia tim kembali ke Jakarta langsung kami tangkap di Surabaya. Yang ada di sana yang mengkordinir di Kamboja sudah kita tangkap," beber dia.

Ada 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Hengki menyebut, 10 diantaranya merupakan bagian dari sindikat. "Di mana dari 10 ini 9 adalah mantan pendonor," ujar dia.

Hengki menerangkan, para tersangka saling berbagi tugas. Tersangka inisial Hanif atau H misalnya. Dia menghubungkan antara Indonesia dengan Kamboja. Kemudian, tersangka atas nama Septian atau S yang juga koordinator Indonesia.

Lebih lanjut, Hengki menerangkan, tersangka atas nama Lukman atau L bertugas melayani pendonor selama di Kamboja. Dialah yang menghubungan dengan rumah sakit, menjemput calon pendonor.

Sedangkan, tujuh orang lainnya bertugas sebagai perekrut yang mengurus paspor akomondasi dan sebagainya.

 

7 dari 9 halaman

6. Pelaku Rekrut Lewat Medsos

Polisi mencatat sebanyak 122 orang menjadi korban jual-beli ginjal sindikat internasional. Sebanyak 12 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dengan peran masing-masing.

"Tim gabungan telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja. Yang telah memakan total korban sebanyak 122 orang. Sampai hari ini tim telah menahan sebanyak 12 tersangka," kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto dalam keteranganya, Kamis 20 Juli 2023.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menambahkan, sindikat jual-beli ginjal jaringan internasional memanfaatkan media sosial Facebook untuk merekrut para korban.

Berdasarkan data, korban berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Ada dari yang berprofesi sebagai pedagang, guru privat, buruh, dan sekuriti. Bahkan calon pendonor ada yang merupakan lulusan S2 dari Universitas ternama.

"Rekrut dari media sosial facebook," kata Hengki.

Hengki menerangkan, pihaknya menemukan ada dua akun dan dua grup komunitas yaitu donor ginjal Indonesia dan donor ginjal luar negeri. Ini yang merekrut pendonor-pendonor ginjal.

"Kemudian mereka melakukan inbox atau messenger Facebook, kemudian dilanjutkan melalui whatsApp kemudian direkrut," ujar Hengki.

Hengki mengatakan, korban juga ada yang direkrut dari mulut ke mulut. Karena ternyata ada yang berubah haluan dari pendonor berubah jadi perekrut. "Ini dari 10, 9 orangnya adalah mantan pendonor," ujar dia.

Lebih lanjut, Hengki menerangkan, proses transplantasi ginjal tidak dilakukan di Indonesia tapi di Kamboja. Pada saat memberangkatkan para pendonor ke luar negeri ternyata memalsukan rekomendasi beberapa perusahaan seolah-olah akan melakukan family gathering ke luar negeri.

"Apabila ditanya petugas imigrasi akan ke mana? family gathering ini ada surat tugasnya dari perusahaan. Ada perusahaan yang dipalsu oleh kelompok ini seolah-olah akan family gathering termasuk stempelnya," jelas Hengki.

 

8 dari 9 halaman

7. Proses Transplantasi Dilakukan di RS Pemerintah Kamboja

Polisi ungkap hambatan dalam mengusut kasus jual-beli ginjal sindikat internasional. Salah satu penyebabnya karena proses operasi transplantasi ginjal antara pendonor dengan resipien atau penerima berlangsung di salah satu rumah sakit pemerintah Kamboja.

Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Pol Krishna Murti menerangkan, pada prinsipnya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selalu berinteraksi dengan dunia internasional.

Ia mendeteksi bahwa kejahatan ini terjadi di beberapa negara wilayah Asia Tenggara, Timur Tengah dan beberapa negara di Eropa.

Ada pun Div Hubinter dalam hal ini melakukan koordinasi memfasilitasi para penyidik baik itu penyidik bareskrim, penyidik polda.

Krishna mengakui menghadapi tantangan yang sangat rumit dalam memafisilitasi penyidik mengusut kasus jual-beli ginjal sindikat internasional.

Krishna menguraikan, kesulitannya yaitu belum ada kesepahaman tentang kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) baik di lingkungan internal dalam negeri domestik khususnya kementerian lembaga, termasuk KBRI.

"Sebagian menganggap ini tidak terjadi tindak pidana, tapi kami yakinkan ini telah terjadi tindak pidana," kata dia dalam keterangannya, Kamis 20 Juli 2023.

Selain itu, tindak pidana jual-beli ginjal dilakukan di rumah sakit yang secara otoritas di bawah kendali pemerintahan Kamboja.

"Terjadi eksekusi, transaksi ginjal itu di rumah sakit pemerintah," ujar dia.

 

9 dari 9 halaman

8. Sebut Komunikasi dengan Kepolisian Kamboja

Krishna menerangkan, ini kemudian menjadi catatan Div Hubinter untuk berkomunikasi dengan otoritas yang lebih tinggi seperti ke staf khusus Perdana Menteri untuk meminta bantuan memulangkan para korban TPPO.

"Kami juga berkomunikasi ketat dengan kepolisian Kamboja. Kami juga berkomunikasi ketat dengan interpol kamboja. Alhamdulillah kasus ini bisa terungkap," ujar dia.

Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi membenarkan tidak ada kesepahaman tentang TPPO menjadi salah satu hambatan. Apalagi di Kamboja belum tentu sama dengan tindak pidana di sana padahal ini adalah double crimianlity.

"Di sana juga perbuatan melawan pidana karena pada tahun 2014 ini juga pernah ada penindakan di rumah sakit ini dan ditangkap petinggi di Kamboja sana," ujar Hengki.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat