uefau17.com

Joe Biden Didesak Ungkap Laporan Pembunuhan Jamal Khashoggi - Global

, Washington - Usai pemerintahan Joe Biden terbentuk dan roda aturan di Amerika Serikat telah kembali berjalan, seruan untuk mengunkap kematian Jamal Khashoggi kembali kencang digaungkan.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (29/1/2021) Jamal Khashoggi adalah wartawan Washington Post yang kasus pembunuhannya ramai diperbincangkan.

Kepala Komite Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat pekan lalu meminta Direktur Intelijen Nasional Avril Haines untuk merilis laporan yang tidak bersifat rahasia mengenai pembunuhan wartawan Arab Saudi itu tanpa penundaan.

Permintaan tersebut menyusul komitmen Haines untuk melakukannya selama sidang konfirmasinya awal bulan ini.

Dalam sebuah surat kepada Haines Jumat (22/1) lalu, anggota DPR, Adam Schiff, seorang Demokrat dari California, mendesak Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) untuk membuat dokumen tidak bersifat rahasia yang melaporkan ke Kongres mengenai "kesalahan Arab Saudi pada pembunuhan brutal yang dilakukan sebelumnya terhadap wartawan Washington Post dan penduduk AS Jamal Khashoggi."

Jamal Khashoggi, seorang pengecam keras pemerintah Arab Saudi, dibunuh dan jasadnya dipotong-potong pada 2 Oktober 2018, saat mengunjungi konsulat negara itu di Istanbul, Turki.

 

Simak video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dugaan Atas Keterlibatan Putra Mahkota Arab Saudi

Selama sidang konfirmasi Haines, Senator Ron Wyden, seorang Demokrat dari Oregon menanyai Haines apakah ia akan menyerahkan kepada Kongres laporan intelijen nasional yang tidak bersifat rahasia mengenai pembunuhan Khashoggi, sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) 2020.

Haines menjawab, "Ya, senator, tentu saja, saya akan menaati hukum."

Kajian Badan Intelijen Pusat (Central Intelligent Agency/CIA) tidak lama setelah pembunuhan Khashoggi menyimpulkan pembunuhan itu kemungkinan besar dilakukan atas perintah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, sebagai mana dilaporkan media The Wall Street Journal.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat