, Jakarta - Jika diibaratkan, Indonesia seperti berada di sebuah persimpangan yang penuh dilematika. Ditakdirkan dengan kekayaan alam yang melimpah namun begitu sulit untuk diolah. Punya banyak sumber daya mineral ternyata tak menjadikan Indonesia tampak 100 persen sejahtera.
Ada begitu banyak ancaman yang mengintai apabila seluruh kekayaan alam itu dikeruk secara rakus tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kesehatan.
Saat ini, pasokan listrik di Indonesia sangat bergantung dari jumlah batu bara yang terkandung di dalam perut bumi. Tanpa memikirkan keseimbangan lingkungan, Tanah Air terus memanfaatkan energi dari satu sumber saja.
Advertisement
Jika ditelaah lebih dalam, pemakaian batu bara sebagai pemasok listrik akan menimbulkan gas buangan yang dapat memperparah kondisi udara.
Pencemaran udara -- khususnya partikel PM 2,5 dan PM 10 -- akibat pemanfaatan batu bara sebagai sumber tenaga listrik akan semakin parah apabila pemerintah terus mengutamakan PLTU Batu Bara sebagai sumber energi utama.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2016 lebih dari 80 persen negara di dunia memiliki tingkat pencemaran udara yang melebihi ambang batas.
Sebuah analisis terbaru dari International Energy Agency (IEA) tahun 2016 bahkan memperkirakan, polusi udara bertanggung jawab atas kematian dini 60 ribu orang di Indonesia.
Isu lingkungan beserta dampaknya dipandang kian gawat dan memprihatinkan. Untuk itu, sebuah acara bertajuk Addressing Indonesia's Air Pollution Through Energy Policy Change diadakan guna menginformasi masyarakat seputar ancaman yang akan kita hadapi di masa depan.
Selain itu, acara ini juga bermaksud untuk mengajak semua warga Indonesia untuk beralih menggunakan energi terbarukan yang jauh lebih ramah lingkungan dan tak menimbulkan kerusakan alam sama sekali. Karena Indonesia tak boleh hanya bergantung pada satu sumber daya saja.
Baca Juga
Acara yang diselenggarakan oleh beberapa badan seperti International Institute for Sustainable Development (IISD), Global Subsidies Initiative (GSI), dan Centre for Energy Research Asia (CERA) ini menghadirkan beberapa peneliti, pakar, pegiat lingkungan dan pihak internasional yang resah akan kondisi dunia saat ini, termasuk Indonesia.
Dalam pemaparannya Peneliti Senior IISD Philip Gass menyebut, ada mitos yang harus dihapuskan dari pemikiran masyarakat dunia terutama pemangku kebijakan di Indonesia yang mengatakan bahwa energi terbarukan adalah sebuah opsi yang 'mahal'.
"Jika kita telaah bersama, jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan fasilitas dan sistem energi terbarukan memang lebih mahal dibanding penggunaan energi fosil (batu bara). Tetapi hitung-hitungan kami mengungkap fakta lain. Untuk penyediaan pasokan listrik lewat energi terbarukan akan membutuhkan biaya sebesar 11 sen per kwh," ujar Philip Gass saat menjelaskan persentasinya kepada media yang hadir di Rework Kuningan Jakarta, Rabu (18/10/2017) siang.
"Beda halnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk pasokan listrik lewat energi fosil, hanya membutuhkan 4 cent per kwh," tambahnya.
Namun, jumlah yang dikeluarkan untuk efek pencemaran lingkungan akan jauh lebih besar. Pemerintah harus mempertimbangkan efek rumah kaca, pembuangan emisi gas yang dikeluarkan akan membutuhkan biaya yang menyamai pasokan listrik lewat energi terbarukan.
"Jumlahnya akan sama saja, 11 sen per kwh, ditambah dengan ancaman lingkungan dan kesehatan warga Indonesia akibat pencemaran udara tersebut," pungkas Philip.
Selain itu, manusia tak bisa selalu bergantung pada pemanfaatan energi fosil. Kekayaan mineral yang ada di perut bumi ada batasannya. Beda dengan energi terbarukan yang memanfaatkan energi matahari, angin, air, ombak dan lainnya yang tak akan pernah habis.
Jika, pasokan batu bara sudah menipis dan langka tentu hal ini akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Secara otomatis harga listrik akan naik dan membuat masyarakat tercekik dengan nominal uang yang harus dibayar untuk menggunakan listrik.
62 Ribu Warga Indonesia Meninggal Akibat Pencemaran Udara
International Institute for Sustainable Development (IISD) punya angka seputar biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk pasokan listrik menggunakan energi fosil di tahun 2015.
Dari total biaya dan efek kerugian lingkungan serta kesehatan, tiap tahunnya pemerintah Indonesia menghabiskan uang sekitar US$ 644 juta atau setara dengan Rp 8,5 triliun.
Sedangkan pembiayaan pasokan listrik lewat energi terbarukan -- tanpa menanggung biaya kerugian kerusakan alam dan kesehatan -- tiap tahunnya menghabiskan US$ 133 juta atau setara dengan Rp 1,8 triliun.
"Rp 8,5 triliun adalah angka yang begitu besar. Lebih baik biaya sebanyak itu digunakan untuk hal yang lebih berguna," ujar Philip.
"Bayangkan saja, dengan uang sebanyak itu setara dengan jumlah rata-rata pendapatan bagi 3,3 juta orang Indonesia dan dapat menyekolahkan sekitar 485 ribu siswa jurusan hukum di Universitas Gajah Mada untuk satu semester. Dan apabila Rp 8,5 triliun dibagikan kepada seluruh orang Indonesia, maka setiap warga akan menerima uang sebesar Rp 33 ribu," paparnya.
Bicara soal efek kesehatan, IISD sendiri tahun 2012 mencatat ada sekitar 62 ribu masyarakat Indonesia yang tewas akibat polusi udara -- meski tak semua akibat efek pemanfaatan batu bara.
Apabila dipersempit, total warga Indonesia yang meninggal akibat efek pengolahan batu bara sebanyak 6500 orang untuk tahun 2015.
Jadi kesimpulannya, apabila hanya melihat biaya produksi saja tentu pemanfaatan energi fosil untuk listrik jauh lebih murah. Tetapi ada banyak efek yang harus kita pertimbangkan untuk kelangsungan hidup.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Denmark dan Swedia Kampanyekan Energi Terbarukan Dunia
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Head of Develompent Kedutaan Besar Denmark untuk Indonesia, Kurt Morck Jensen dan Head of Unit Swedish Energy Agency, Paul Westin.
Sebagai dua negara di Kawasan Nordik yang terlebih dahulu menerapkan sistem energi terbarukan, kedua perwakilan kedubes itu membagi pengalaman yang tak mudah bagi negaranya ketika ingin menerapkan sistem serupa.
"Ada beberapa alasan mengapa Denmark mengajak pemerintah Indonesia untuk beralih pada energi terbarukan. Salah satunya agar anak cucu di Tanah Air dapat hidup dengan aman dan tentram di bumi yang kita pijak saat ini," ujar Jensen.
"Pada tahun 1973, terjadi krisis energi di dunia. Untuk itu negara kami menyadari bahwa minyak bumi dan batu bara bukan satu-satunya alternatif. Ada begitu banyak energi yang disediakan untuk alam. Maka dari itu kami memulai hal tersebut," tambahnya.
Jensen juga mengatakan, sejak 35 tahun yang lalu Denmark memulai pemanfaatan energi terbarukan. Salah satu energi utama yang dimanfaatkan oleh Denmark adalah 'angin'.
"Dapat kami jelaskan, perjalanan hingga titik ini tidaklah mudah. Ada banyak krikil penghalang. Diskusi juga begitu alot. Pasalnya, perencanaan penerapan energi terbarukan tak hanya berbicara seputar ilmu pengetahuan belaka, melainkan cara kita berbicara di ranah politik dan parlemen. Ada beberapa regulasi yang harus kami hadapi sebelumnya," jelas Jensen.
"Atas perhatian kami, pemerintah Denmark sudah bekerja sama dengan pihak Indonesia melalui dirjen energi terbarukan yang terbentuk sejak tahun 2013. Kala itu, kami memberikan hibah bantuan dan kini sudah beranjak pada ranah strategis kolaborasi," tambahnya.
Sama halnya dengan Denmark, pihak Swedia pun mendukung penuh apabila Indonesia akan serius untuk beralih ke energi terbarukan.
"Kami tak pernah melarang Indonesia menggunakan hasil kekayaan alamnya seperti batu bara. Tetapi ingat, dalam konteks masa depan, sepatutnya Indonesia tak boleh bergantung pada satu sumber energi saja. Kalian harus bergerak dan tak boleh berdiam diri," ujar Paul Westin.
"Saat terjadi krisis energi akibat penambangan batu bara, kandungan sulfur pada tanah begitu tinggi. Terjadi kerusakan pada hutan, bahkan bangunan-bangunan rumah seketika anjlok," jelasnya.
Advertisement
Pemerintah Denmark dan Swedia Kenakan Pajak Polusi (Green Tax)
Meski begitu, Denmark dan Swedia memahami tentang perbedaan antara masyarakat di negaranya dan Indonesia. Bagi mereka harus ada pemahaman yang diberikan kepada masyarakat luas -- terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
"Tentu banyak orang yang masih awam dengan pengenalan sumber energi terbarukan. Namun, lewat sini masyarakat harus tahu bahwa penggunaan energi fosil sangat merugi. Uang yang dikeluarkan sebaiknya digunakan untuk pendidikan gratis dan biaya berobat. Tentu hal ini akan jauh lebih bermanfaat," ujar Paul.
"Di Swedia sendiri, masyarakat akan disadarkan dengan bahaya emisi gas. Setiap orang akan dikenakan pajak apabila membuang emisi gas dan hal itu dikenal dengan Green Tax atau pajak polusi. Setiap orang akan dikenakan biaya sekitar US$ 100 atau setara dengan Rp 1,3 juta per ton gas emisi," tambah Paul.
Jensen menanggapi hal ini dalam konteks lain. Bagi dirinya, apabila kebijakan seperti ini diterapkan dalam birokrasi akan jauh lebih memberi efek.
"Masing-masing kandidat dalam pemilihan umum bahkan mengkampanyekan hidup sehat dengan program kenaikan biaya Green Tax. Jadi, lingkungan yang sehat sudah menjadi gaya hidup," ujar Jensen.
Terkini Lainnya
Presiden Putin Tertawakan Rencana 'Ekspor Daging Babi' ke RI
Ini Senjata Mematikan Korut yang Bisa Musnahkan Seluruh Warga AS?
Pesawat Ini Terbang di Rute 'Iblis' pada Hari Sial, Apa Jadinya?
Denmark dan Swedia Kampanyekan Energi Terbarukan Dunia
Pemerintah Denmark dan Swedia Kenakan Pajak Polusi (Green Tax)
Indonesia
Polusi Udara
Batu Bara
energi terbarukan
Rekomendasi
Miliki Potensi Hingga 847 Megawatt, DPMPTSP Sulbar Ingin Investasi PLTA Dilirik Investor
PWNU Gorontalo Lebih Pilih Energi Terbarukan Ketimbang Izin Tambang
Kehebohan Gala Dinner APKASI dan CALD: Trenggalek Jadi Kabupaten Penerima Renewable Energy Certificate
Anak Buah Bahlil: Tarik Investasi ke Sektor Energi Baru Terbarukan Perlu Regulasi Jelas
Australia Siapkan Baterai Berbahan Garam dan Panel Surya Murah di Masa Transisi Energi Terbarukan
Era Baru Ekonomi Berbasis Energi Terbarukan, Masyarakat Australia Butuh Kepastian
PLN dan Tambang Nikel Kolaka Teken Perjanjian Beli Sertifikat Energi Terbarukan
Australia Targetkan 82% Listrik Energi Terbarukan di 2035, Ambisius?
Copa America 2024
Bermain Imbang Lawan Meksiko, Ekuador Lolos ke Perempat Final Copa America 2024
Hasil Copa America 2024: Drama VAR, Ekuador Lolos ke Perempat Final Singkirkan Meksiko, Venezuela Hajar Jamaika
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Hasil Copa America 2024 Argentina vs Peru dan Kanada vs Cile: La Albiceleste Juara Grup, Les Rouges Dampingi ke Perempat Final
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Peru, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Peru, Minggu 30 Juni di Indosiar dan Vidio
Timnas Indonesia U-16
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Garuda Nusantara Dilarang Takut
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Lupakan Euforia, Nova Arianto Minta Skuad Timnas U-16 Fokus di Semifinal Piala AFF U-16
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Laos: Pesta Gol, Garuda Nusantara Lolos ke Semifinal
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Laos: Sempat Tertinggal, Garuda Nusantara Unggul 4-1 di Babak Pertama
Dapatkan Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Laos, Sesaat Lagi Tayang di Indosiar dan Vidio
Judi Online
Judi Online di Minahasa Selatan, 2 Wanita Ditangkap
Catatan IPW untuk Polri di HUT ke-78 Bhayangkara
Kominfo: Telegram Sudah Respons Penghapusan Judi Online Usai Diberi Surat Peringatan
Judi Online Berdampak Buruk bagi Keluarga, Bisa Menghancurkan Moral Lintas Generasi
80 Ribu Pelajar Kecanduan Judi Online, Komnas PA Bandar Lampung Minta Cek Aktivitas Daring Anak
Pilkada 2024
Heru Budi Respons Peluang Maju Pilkada Jakarta 2024: Saya ASN, Tidak Pengalaman di Bidang Politik
Tiga Menteri Jokowi Disiapkan PDIP Maju Pilkada 2024, Ini Daftarnya
Jokowi Effect Disebut Masih Ada di Pilkada 2024, PDIP Andalkan Ini
Pilkada 2024, PDIP Buka Peluang Kerja Sama dengan Gerindra sampai PKB
Bukan di Jakarta, Golkar Pastikan Ridwan Kamil Menang di Pilkada Jawa Barat
Ribuan Petani Kumpul di Semarang Minta Sudaryono Maju Gubernur Jawa Tengah
TOPIK POPULER
TODAY IN HISTORY
1 Juli 2023: Bus Pariwisata Hangus Terbakar Usai Tabrak Pembatas Jalan di Maharashtra India, 25 Orang Tewas
Populer
4 Museum di Ibu Kota Rusia Ini Wajib Dikunjungi
Volodymyr Zelenskyy Serukan Serangan Jarak Jauh dan Pertahanan Udara Pasca-Serangan di Kota Vilniansk
1 Juli 2023: Bus Pariwisata Hangus Terbakar Usai Tabrak Pembatas Jalan di Maharashtra India, 25 Orang Tewas
5 Orang Tewas dalam Ledakan di Gudang Kembang Api Filipina
Korea Utara Sebut Hubungan AS, Jepang, dan Korea Selatan bak NATO Versi Asia
Siswa SMAN 3 Kupang Timur Jadi Agen Pengendali Perubahan Iklim Lewat Game GENERAKSI
Zelenskyy Kembali Minta Dikirimkan Bantuan Pertahanan Udara
Korea Utara Luncurkan 2 Rudal Balistik, Tensi dengan Korea Selatan Makin Panas
Euro 2024
Prediksi Euro 2024 Prancis vs Belgia: Les Bleus Jadi Ancaman Serius De Rode Duivels
Persiapan Portugal Jelang Hadapi Slovenia di Babak 16 Besar Euro 2024
Prediksi Euro 2024 Portugal vs Slovenia: Andalkan Pilar Utama
Prancis Bersiap Hadapi Belgia di 16 Besar Euro 2024
Laga Dramatis, Inggris Berhasil Redam Slovakia 2-1
Berita Terkini
Sandiaga: Pemerintah Bentuk Tim Khusus Kaji Family Office di Indonesia
Prediksi Euro 2024 Prancis vs Belgia: Les Bleus Jadi Ancaman Serius De Rode Duivels
670 Ribu Wajib Pajak Belum Padankan NIK Jadi NPWP
7 Potret Jennifer Bachdim dan Irfan Bachdim Kerja Bareng, Gantian Momong Anak
CIMB Niaga Optimistis Minat Masyarakat pada KPR Hijau Meningkat
Lirik Lagu Viral Too Sweet dari Hozier dan Artinya, Penolakan atas Hidup yang Serba Teratur
Ketua KPK: Kita Akan Buka Data Caleg Terpilih yang Tidak Lapor LHKPN
Perayaan HUT Bhayangkara ke-78 Dibayang-bayangi Dugaan Kebocoran Data Polri
Pengamat: Indonesia Tak Butuh BUMN Sakit, Tapi Bisa Bersaing
6 Cara Update Windows 11 Gratis, Ini Spesifikasi PC yang Bisa Diupgrade
Suzuki Pertimbangkan Bawa Jimny Pikap dan Hybrid
Intra Golflink Resorts Tetapkan Harga IPO Rp 200 per Saham
Heru Budi Respons Peluang Maju Pilkada Jakarta 2024: Saya ASN, Tidak Pengalaman di Bidang Politik