Saat ini lebih dari 20 juta pekerja masih mengalami kerja paksa, baik buruh yang bekerja di pertanian, pabrik, atau sebagai pembantu rumah tangga. Kondisi ini merupakan persoalan yang terjadi di negara berkembang bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat (AS).
Hal itu berdasarkan laporan Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO). Seperti dikutip dari Voice of America, Jumat (6/12/2013), kisah-kisah kerja paksa masih mewarnai topik tenaga kerja di zaman modern ini. Seperti misalnya yang terjadi di India dengan jutaan anak kecil dipaksa untuk bekerja.
Pada Juni, polisi juga menyelamatkan ratusan pekerja di perkebunan tomat di Meksiko. Para pekerja perkebunan mengaku dirinya tidak dibayar sesuai dengan gaji yang disepakati.
Bulan lalu, di Los Angeles, pihak yang berwenang mengumumkan penyelesaian kasusnya dengan Del Monte Fresh Produce, serta gugatannya pada pemasok tenaga kerja dan para petani lainnya. Sementara itu, para petani lain masih melangsungkan negosiasi dengan agen penyalur tenaga kerja tersebut.
Salah satu petani di perkebunan Hawaii yang beruntung dari 150 buruh asal Thailand adalah Thiem Chayadit. Dia akan menerima jatah dari dana ganti rugi sebesar US$ 1,2 juta yang digelontorkan Del Monte.
Baginya, ini merupakan kabar baik mengingat dia meminjam uang sebesar US$ 20 ribu untuk masuk ke AS. Dia mengaku tak pernah dibayar selama bekerja di Hawaii. Dia merasa sangat frustasi karena kesulitan mencari uang untuk melunasi utangnya di Thailand.
Tak hanya itu, kasus penyiksaan tenaga kerja juga menimpa salah satu warga Indonesia yang bekerja di California, AS.
Ima Matul yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga mengaku ditawari gaji besar saat masih berada di Indonesia.
"Siapa yang tak mau datang ke AS? Mereka berjanji menawarkan gaji sebesar US$ 150 per bulan dan satu hari libur per minggu. Saya juga tak perlu membayar visa, parpor dan tiket penerbangan," tutur Ima.
Faktanya, selama tiga tahun dia dipaksa bekerja tujuh hari seminggu, disiksa dan tidak dibayar. Untungnya, dia berhasil meminta bantuan dari tetangga sang majikan dan berhasil kabur dari rumah tersebut.
Saat ini dia telah bekerja di lembaga nirlaba Coalition to Abolish Slavery and Trafficking yang membantunya menyusun lembaran baru kehidupannya.
Sementara itu, Catherine Chen yang bekerja di Humanity United, Washington mengatakan organisasinya telah bekerja sama dengan pemerintah AS untuk menemukan berbagai cara baru guna membantu korban kerja paksa di negaranya. Dia juga menjelaskan, penjualan manusia kini tersebar secara global, maka pemerintah, lembaga sosial dan hukum harus bekerjasama mengatasi masalah tersebut.
" Salah satu hal yang paling mendesak yang perlu selamat adalah akses ke perumahan yang aman , akses ke bantuan hukum dasar, perawatan kesehatan mental , perawatan medis . Beberapa bahkan hal-hal dasar seperti sikat gigi dan sabun , hal-hal yang selamat sering tidak memiliki ketika mereka keluar dari situasi mereka , " kata Chen .
Pengacara daerah Komisi Anna Park mengatakan tindakan hukum adalah bagian dari upaya yang lebih luas oleh pemerintah AS untuk mengakhiri kerja paksa , dalam hal ini menggunakan hukum terhadap diskriminasi karena asal negara .
"Sering kali Anda mendengar cerita tentang orang-orang melarikan diri dari pekerjaan mereka . Anda tidak benar-benar mendengar istilah tersebut dalam kasus-kasus diskriminasi kerja normal, " kata Park .
Pada All Saints Episcopal Church di Pasadena, California, Ima Matul menggambarkan penderitaannya sebagai pembantu rumah tangga setelah dia direkrut di Indonesia .
"Siapa yang tidak ingin datang ke Amerika Serikat? Mereka berjanji saya US$ 150 per bulan dan hari libur , dan saya tidak perlu membayar biaya apapun untuk penerbangan , visa , paspor , " kata Matul .
Tapi selama tiga tahun , dia dipaksa untuk bekerja tujuh hari seminggu, disiksa dan tidak dibayar. Ima berbicara sedikit bahasa Inggris ketika dia tiba di Amerika Serikat , tapi akhirnya cukup belajar untuk menulis sebuah catatan kepada tetangga , yang membantu pelariannya .
"Saya masih ingat persis bagaimana hal itu dan bagaimana hal itu ketika saya melarikan diri," kata Ima .
Dia sekarang bekerja untuk Koalisi non-profit untuk Memusnahkan Perbudakan dan Perdagangan , yang membantunya menciptakan kehidupan baru dan membantu orang lain terperangkap dalam perbudakan tenaga kerja .
Anggota Gereja, Aubin Wilson mengatakan, dia mengundang Ima untuk berbicara kepada perempuan jemaat untuk mempublikasikan masalah tersembunyi .
"Dan untuk menciptakan kesadaran dan meningkatkan uang dan meloloskan peraturan yang berhenti perdagangan ini di jalurnya , " kata Wilson. (Sis/Ahm)
Hal itu berdasarkan laporan Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO). Seperti dikutip dari Voice of America, Jumat (6/12/2013), kisah-kisah kerja paksa masih mewarnai topik tenaga kerja di zaman modern ini. Seperti misalnya yang terjadi di India dengan jutaan anak kecil dipaksa untuk bekerja.
Pada Juni, polisi juga menyelamatkan ratusan pekerja di perkebunan tomat di Meksiko. Para pekerja perkebunan mengaku dirinya tidak dibayar sesuai dengan gaji yang disepakati.
Bulan lalu, di Los Angeles, pihak yang berwenang mengumumkan penyelesaian kasusnya dengan Del Monte Fresh Produce, serta gugatannya pada pemasok tenaga kerja dan para petani lainnya. Sementara itu, para petani lain masih melangsungkan negosiasi dengan agen penyalur tenaga kerja tersebut.
Salah satu petani di perkebunan Hawaii yang beruntung dari 150 buruh asal Thailand adalah Thiem Chayadit. Dia akan menerima jatah dari dana ganti rugi sebesar US$ 1,2 juta yang digelontorkan Del Monte.
Baginya, ini merupakan kabar baik mengingat dia meminjam uang sebesar US$ 20 ribu untuk masuk ke AS. Dia mengaku tak pernah dibayar selama bekerja di Hawaii. Dia merasa sangat frustasi karena kesulitan mencari uang untuk melunasi utangnya di Thailand.
Tak hanya itu, kasus penyiksaan tenaga kerja juga menimpa salah satu warga Indonesia yang bekerja di California, AS.
Ima Matul yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga mengaku ditawari gaji besar saat masih berada di Indonesia.
"Siapa yang tak mau datang ke AS? Mereka berjanji menawarkan gaji sebesar US$ 150 per bulan dan satu hari libur per minggu. Saya juga tak perlu membayar visa, parpor dan tiket penerbangan," tutur Ima.
Faktanya, selama tiga tahun dia dipaksa bekerja tujuh hari seminggu, disiksa dan tidak dibayar. Untungnya, dia berhasil meminta bantuan dari tetangga sang majikan dan berhasil kabur dari rumah tersebut.
Saat ini dia telah bekerja di lembaga nirlaba Coalition to Abolish Slavery and Trafficking yang membantunya menyusun lembaran baru kehidupannya.
Sementara itu, Catherine Chen yang bekerja di Humanity United, Washington mengatakan organisasinya telah bekerja sama dengan pemerintah AS untuk menemukan berbagai cara baru guna membantu korban kerja paksa di negaranya. Dia juga menjelaskan, penjualan manusia kini tersebar secara global, maka pemerintah, lembaga sosial dan hukum harus bekerjasama mengatasi masalah tersebut.
" Salah satu hal yang paling mendesak yang perlu selamat adalah akses ke perumahan yang aman , akses ke bantuan hukum dasar, perawatan kesehatan mental , perawatan medis . Beberapa bahkan hal-hal dasar seperti sikat gigi dan sabun , hal-hal yang selamat sering tidak memiliki ketika mereka keluar dari situasi mereka , " kata Chen .
Pengacara daerah Komisi Anna Park mengatakan tindakan hukum adalah bagian dari upaya yang lebih luas oleh pemerintah AS untuk mengakhiri kerja paksa , dalam hal ini menggunakan hukum terhadap diskriminasi karena asal negara .
"Sering kali Anda mendengar cerita tentang orang-orang melarikan diri dari pekerjaan mereka . Anda tidak benar-benar mendengar istilah tersebut dalam kasus-kasus diskriminasi kerja normal, " kata Park .
Pada All Saints Episcopal Church di Pasadena, California, Ima Matul menggambarkan penderitaannya sebagai pembantu rumah tangga setelah dia direkrut di Indonesia .
"Siapa yang tidak ingin datang ke Amerika Serikat? Mereka berjanji saya US$ 150 per bulan dan hari libur , dan saya tidak perlu membayar biaya apapun untuk penerbangan , visa , paspor , " kata Matul .
Tapi selama tiga tahun , dia dipaksa untuk bekerja tujuh hari seminggu, disiksa dan tidak dibayar. Ima berbicara sedikit bahasa Inggris ketika dia tiba di Amerika Serikat , tapi akhirnya cukup belajar untuk menulis sebuah catatan kepada tetangga , yang membantu pelariannya .
"Saya masih ingat persis bagaimana hal itu dan bagaimana hal itu ketika saya melarikan diri," kata Ima .
Dia sekarang bekerja untuk Koalisi non-profit untuk Memusnahkan Perbudakan dan Perdagangan , yang membantunya menciptakan kehidupan baru dan membantu orang lain terperangkap dalam perbudakan tenaga kerja .
Anggota Gereja, Aubin Wilson mengatakan, dia mengundang Ima untuk berbicara kepada perempuan jemaat untuk mempublikasikan masalah tersembunyi .
"Dan untuk menciptakan kesadaran dan meningkatkan uang dan meloloskan peraturan yang berhenti perdagangan ini di jalurnya , " kata Wilson. (Sis/Ahm)
Terkini Lainnya
Kerja Paksa
Organisasi Buruh Internasional
ILO
Rekomendasi
Hari Dunia Menentang Pekerja Anak 12 Juni, Simak Sejarah dan Perkembangan Kasus Terkini
Dukung Pemberdayaan Masyarakat, ILO Jakarta dan Evermos Hadirkan Workshop Digitalisasi Usaha
Euro 2024
Spanyol Vs Jerman: Der Panzer Manfaatkan Status Tuan Rumah
Timnas Spanyol Percaya Diri Jelang Duel Perempat Final Euro
Prediksi Euro 2024 Spanyol vs Jerman: Duel Kelas Berat di Stuttgart
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Jadwal Lengkap Euro 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D, E, F Cek di Sini
Jadwal Lengkap Pertandingan 8 Besar Euro 2024
Copa America 2024
Saksikan Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Ekuador, Baru Dimulai
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Ekuador di Vidio
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Jadwal Siaran Langsung Argentina vs Ekuador di Perempat Final Copa America 2024 di Vidio
Prediksi Copa America 2024 Argentina vs Ekuador: Semuanya Memihak Tim Tango
Timnas Ekuador Siap Berjuang Mati-matian di Perempat Final Copa America 2024
Timnas Indonesia U-16
Timnas Indonesia Rebut Perunggu Piala AFF U-16 2024, Erick Thohir: Lebih Baik di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Timnas U-16 Kalahkan Vietnam 5-0, Nova Arianto Minta Skuad Garuda Muda Tak Euforia
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Pilkada 2024
Demokrat Rekomendasikan Dukungan ke 3 Paslon Ini untuk Pilkada Papua Barat, Babel, dan Jambi
Coklit Pilkada 2024 Sudah Sasar 16,6 Juta Pemilih di Jatim, Target Tuntas di Hari ke-20
Kata Sekjen PKS soal Kaesang Disodorkan Jokowi untuk Maju di Pilkada Jakarta 2024
Survei Warna Research Center: Tingkat Elektabilitas Hendy Siswanto dan Faida Tinggi Jelang Pilkada Jember 2024
Respons Jokowi soal Kabar Kaesang Maju Pilkada Jakarta 2024, Benarkah Sodorkan ke Parpol?
Ridwan Kamil Dianggap Masih Kuat di Pilkada Jawa Barat, Bawa Untung Buat Golkar
TOPIK POPULER
Live Streaming
Skandal Asusila Ketua KPU Hasyim Asy'ari Berujung Dipecat
INFO LOWONGAN KERJA
Sederet Lowongan Kerja Terbaru buat Lulusan SMA/SMK, Simak Posisi dan Persyaratannya
Lowongan Kerja Pegadaian Lulusan D3 dan S1, Simak Syaratnya
10 Provinsi dengan Jumlah Lowongan Kerja Terbanyak
Populer
Bisa Ditiru! Ini Cara Unik Agen BRIlink di Gresik untuk Jaga Pelanggan Tetap Setia
Energi Terbarukan Setrum Smelter Nikel Merah Putih di Kolaka
Mau Sebar Susu Gratis, Pengamat Sebut Prabowo Mesti Genjot Populasi Sapi Perah di Indonesia
Tak Cuma di Balapan F1, Pengemudi Truk Tangki BBM Kini Difasilitasi Pit Stop untuk Istirahat
Pembahasan RUU EBET dengan DPR Hampir Tuntas, Tinggal Masalah Ini
Lampaui Amerika Serikat, China Punya Paten AI Generatif Terbanyak Dunia
Garuda Indonesia-Singapore Airlines Mau Gandengan Berbagi Untung di 3 Rute Penerbangan
Jokowi Naikkan Gaji Kepala Ombudsman di Daerah Jadi Rp 18,5 Juta, Simak Rinciannya
Indonesia Bakal Kenakan Bea Masuk 200% untuk Produk China, Apa Plus Minusnya?
Bukan BUMN Sakit, Anak Buah Erick Thohir Tegaskan PMN Buat Jalankan Penugasan
Ketua KPU
Infografis DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari Terkait Tindak Asusila
Top 3 News: Ketua KPU Hasyim Asy'ari Beri Fasilitas Korban Asusila Apartemen di Jaksel dan Uang Perbulan
Skandal Asusila eks-Ketua KPU, Apakah Dosa Zina Bisa Diampuni Allah? Buya Yahya Bilang Begini
HEADLINE: Skandal Asusila Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Dipecat DKPP, Berujung Proses Pidana?
7 Respons Berbagai Pihak Mulai Parpol, KPU, hingga Jokowi Usai DKPP RI Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari
Berita Terkini
Kode Proxy Whatsapp Indonesia, Begini Cara Settingnya
Banyak Pendatang Masuk DKI, Heru Budi Sebut Jakarta Bakal Terus Kekurangan Sekolah
Ada Peran Bahlil soal Berdirinya Pabrik Baterai Mobil Listrik Pertama di Asia Tenggara
Didesain Didit Hediprasetyo Anak Prabowo, Jersey Kontingen Indonesia di Olimpiade Paris 2024 Bikin Warganet Malaysia Iri
Google Pixel 9 Tinggalkan Sensor Lama, Beralih ke Sensor Sidik Jari Canggih ala Galaxy S24 Ultra!
Harga Emas Antam Hari Ini 1 Gram Berapa? Cek Rinciannya
Joki Strava yang Viral di Medsos, Jadi Bukti Teknologi Bisa Dimanipulasi
IHSG Dibuka Menguat Pagi Ini Sentuh 7.248
Jodoh Sudah Ditentukan, kalau Belum Bertemu Bagaimana? Lakukan Ini Kata Ustadz Adi Hidayat
Ayah Angger Dimas Kecewa Berat Tak Diberi Info Sidang Kasus Kematian Dante Cucunya
Wapres Ma’ruf: Pemerintah Komitmen Evaluasi dan Tingkatkan Pendanaan Industri Siber
7 Potret Julia Prastini Lahiran Anak Ketiga, Ditemani Na Dae Hoon dan Buah Hati
Hujan Picu Banjir India-Bangladesh, 9 Orang Tewas dan 3 Juta Warga Terdampak
Spanyol Vs Jerman: Der Panzer Manfaatkan Status Tuan Rumah
Emotional Intimacy atau Physical Intimacy: Kenapa Anda Membutuhkan Keduanya dalam Pernikahan