uefau17.com

Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok 10 Persen, Ini Penjelasannya - Bisnis

, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, telah mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok dengan rata-rata tertimbang sebesar 10,04 persen per 1 Januari 2018. Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah mengendalikan konsumsi rokok.

Kenaikan tarif cukai rokok tahun depan tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Adapun dalam beleid aturan ini, kenaikan tertimbang tarif cukai untuk jenis Sigaret Keretek Mesin (SKM) sebesar 10,9 persen, dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,5 persen karena merupakan pabrikan besar dan industri padat modal. Adapun kenaikan tarif untuk Sigaret Keretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya ditetapkan hanya sebesar 7,3 persen. Bahkan untuk SKT golongan IIIA tidak ada kenaikan tarif.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan, kebijakan kenaikan cukai rokok mulai 1 Januari 2018 memprioritaskan pengendalian atas konsumsi rokok. Namun tetap memperhatikan aspek lainnya, yaitu kondisi industri dan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan perpajakan dari sektor cukai, serta peredaran rokok ilegal.

"Keberpihakan kami terhadap aspek tenaga kerja industri hasil tembakau juga ditunjukkan dengan mendekatkan secara bertahap tarif terendah untuk jenis SPM golongan II dengan tarif cukai tertinggi pada jenis SKT golongan I. Tujuannya tarif cukai untuk seluruh SKT menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tarif cukai untuk SKM," kata Heru dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (31/10/2017).

Lebih jauh Heru menjelaskan, kenaikan tarif cukai rokok setiap tahun merupakan upaya pemerintah dalam rangka pengendalian konsumsi guna kesehatan masyarakat. Selama tiga tahun terakhir, ia menjelaskan, produksi rokok cenderung stagnan, bahkan turun.

Dari data Bea dan Cukai, produksi rokok tahun lalu turun 1,8 persen. Sementara proyeksinya di tahun ini akan kembali merosot sekitar 2,8 persen.

"Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,04 persen diprediksi dapat kembali menurunkan produksi sebesar 2,2 persen, serta menurunkan prevalensi merokok hingga 0,4 persen," Heru menerangkan.

Menurutnya, penurunan prevalensi merokok ini akan diikuti dengan penurunan perokok usia di bawah 15 tahun dan perokok perempuan.

"Penurunan produksi dan konsumsi rokok diharapkan berdampak positif terhadap pengurangan pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok maupun pengurangan biaya kesehatan atas penyakit yang ditimbulkan karena merokok," jelas Heru.

Pemerintah akan mengoptimalkan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk mengantisipasi penurunan produksi rokok yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap permintaan bahan baku tembakau. Kondisi ini tentu akan berimbas pada kesejahteraan petani tembakau, pemanfaatan DBH untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial.

Program peningkatan kualitas bahan bakum antara lain, untuk standardisasi kualitas bahan baku, pembudidayaan bahan baku bernikotin rendah, dan fasilitasi pembentukan badan hukum kelompok petani tembakau.

Adapun program pembinaan industri diharapkan memfasilitasi pelaksanaan kemitraan usaha kecil, menengah dan usaha besar. Sementara program pembinaan lingkungan sosial diharapkan mampu meningkatkan pembinaan dan pelatihan keterampilan kerja bagi tenaga kerja dan masyarakat, penguatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan padat karya yang dapat mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pangkas Layer Cukai Rokok

Selain kenaikan tarif cukai rokok, pemerintah juga mengatur peta jalan (roadmap) penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau. Peta jalan ini ditetapkan dalam kurun waktu 2018-2021 yang ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik hasil tembakau dan importir, menyederhanakan sistem administrasi di bidang cukai, dan mengoptimalisasi penerimaan negara.

Heru mengatakan, kebijakan penyederhanaan struktur cukai rokok ini dilakukan secara bertahap, mempertimbangkan persiapan dan masa transisi. Selama periode 2018-2021, skenario penyederhanaan berturut-turut adalah menjadi 10 layer, 8 layer, 6 layer, dan 5 layer.

"Penyederhanaan struktur tarif cukai diharapkan dapat mengurangi modus pelanggaran berupa salah peruntukan atau switching," ujar Heru.

Di samping dari aspek kebijakan, untuk mencegah peredaran rokok ilegal juga dilakukan melalui aspek pengawasan dan penindakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, peningkatan intensitas penindakan berkorelasi positif terhadap peningkatan pemesanan pita cukai sebesar 5,3 persen dan peningkatan penerimaan negara sebesar 0,3 persen.

Untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan mendorong pengenaan beban cukai berdasarkan jenis industri (padat modal dan padat karya), pemerintah berencana menggabung jumlah produksi untuk pabrikan yang memproduksi hasil tembakau jenis mesin (SKM dan SPM).

"Ketentuan penggabungan produksi ini mulai berlaku per 1 Januari 2019 dan merupakan salah satu tahapan proses simplifikasi pada 2020. Di mana untuk jenis SKM dan SPM akan disamakan tarifnya," ia menerangkan.

Terkait dengan SKT, mengingat karakter industrinya yang padat karya, perlu dicarikan solusi yang bisa menjadikan jenis hasil tembakau ini terus bertahan di tengah pergeseran konsumsi ke sigaret mesin. Sebagai contoh, Kuba menjadikan cerutu sebagai produk gaya hidup.

Melalui kebijakan baru ini, pemerintah mengatur Harga Transaksi Pasar (HTP) suatu merek rokok minimal 85 persen dari harga jual eceran yang tercantum dalam pita cukai. Pengaturan HTP merupakan salah satu upaya untuk mendorong persaingan secara sehat antar pengusaha di golongan masing-masing.

"Tujuan pengaturan HTP agar harga rokok tidak terlalu murah di pasaran dan tidak terjangkau oleh perokok pemula, serta anak-anak di bawah umur," Heru menegaskan.

Selain itu, pengaturan HTP juga merupakan salah satu upaya untuk mendorong persaingan secara sehat antarpengusaha di golongan masing-masing.

3 dari 3 halaman

Pungut Cukai Olahan Tembakau

Dalam PMK 146/2017, pemerintah juga akan mengatur pungutan cukai terhadap produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang mulai marak peredarannya di masyarakat, seperti e-cigarette, vape, tobacco molasses, snuffing tobacco, dan chewing tobacco. Sebelumnya, tidak diatur secara tegas dalam suatu regulasi tersendiri, produk-produk tersebut bahkan saat ini mulai dikonsumsi oleh anak-anak.

"Dengan pengenaan cukai, harga produk-produk tersebut akan naik dan tidak terjangkau oleh anak-anak," ujarnya.

Oleh karena itu, dalam rangka intensifikasi barang kena cukai dan pengendalian konsumsi tersebut, pemerintah akan mengenakan tarif cukai untuk HPTL sebesar 57 persen dari HJE yang diberitahukan oleh pabrikan atau importir. Ini mulai berlaku 1 Juli 2018.

Sikat Rokok Ilegal

Upaya lainnya, melakukan pengawasan dan penindakan di bidang cukai dengan meningkatkan kuantitas dan kualitasnya. Dalam kurun waktu empat tahun, jumlah penindakan terhadap rokok ilegal terus menunjukkan peningkatan.

Pada 2014, Bea Cukai berhasil melakukan 901 kali penindakan, dan meningkat menjadi 1.232 kali pada 2015. Pada 2016, ada sebanyak 2.374 penindakan, dan sejak Januari hingga 29 September 2017 sebanyak 2.843 penindakan.

"Penindakan yang intensif ini diharapkan mampu menekan jumlah peredaran rokok ilegal di masyarakat yang pada akhirnya bermuara pada kepastian berusaha dan terhindarnya masyarakat dari mengonsumsi barang kena cukai ilegal," tandas Heru.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat