uefau17.com

Gara-gara YOLO dan FOMO, Gen Z dan Milenial Rentan Terjerat Pinjol  - Regional

, Yogyakarta - Generasi milenial dan generasi Z menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi & Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi rentan terjerat pinjol atau pinjaman online ilegal dan investasi bodong. Kerentanan generasi ini secara finansial karena gaya hidup yang lebih banyak menghabiskan uang untuk kesenangan dibanding menabung maupun berinvestasi.

 “Banyak generasi muda yang terjebak pada pinjol karena mengambil hutang untuk kebutuhan konsumtif dan keperluan yang tidak bijaksana,” kata alumnus FEB UGM ini, Kamis  6 Juni 2024.    

Kiki, sapaan akrab Friderica Widyasari Dewi, mengatakan kedua generasi ini terjerat masalah keuangan termasuk investasi bodong akibat prinsip You Only Live Once (YOLO) juga Fear Of Missing Out (FOMO). Gaya hidup FOMO menyebabkan seseorang merasa tertinggal apabila tidak mengikuti tren, sementara gaya hidup YOLO berkaitan dengan cara menikmati hidup yang maksimal dan bebas dan membuat mereka tidak menyiapkan dana darurat.

Kiki mengatakan selain itu pemicu kerentanan lainnya karena kebiasaan mereka yang sering membagikan informasi pribadi melalui media sosial. Perilaku tersebut sangat berbahaya namun mereka tidak menyadarinya.

"Misalnya, mengunggah KTP, alamat rumah, dan informasi pribadi lainnya yang dapat dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab," katanya.

Lebih lanjut Kiki menjelaskan sikap FOMO dapat membawa generasi muda terjebak pada investasi bodong tanpa adanya pemahaman keuangan dan investasi yang memadai. Sementara  kelompok ini justru kerap meniru apa yang dilakukan oleh influencer maupun tokoh idolanya, termasuk saran terkait keuangan.

Ketua Umum Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (Kafegama) ini pun mengimbau mahasiswa agar memahami aspek perencanaan keuangan/ financial planning. Sehingga mahasiswa sebagai penerus bangsa ini tidak terjerat pinjol.  

"Dengan jumlah Generasi Z dan milenial yang mencapai lebih dari setengah penduduk Indonesia, tentu saja kelompok ini merupakan critical economy players yang harus dibekali tentang pemahaman keuangan yang memadai," katanya.

Sementara Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK pada 2022 mencatat generasi muda di Indonesia memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang rendah. Tingkat literasi keuangan penduduk berusia 15-17 tahun berada di angka 43 persen sementara tingkat inklusi keuangannya di 69 persen. Angka tersebut jauh di bawah tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional yang mencapai 49,7 persen dan 85 persen.

Oleh sebab itu, Kiki menekankan pentingnya peningkatan literasi keuangan dan inklusi keuangan bagi generasi muda. Langkah tersebut diharapkan dapat menjauhkan mereka dari jeratan investasi bodong dan terjerat pinjol illegal.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi DIY, Parjiman menegaskan penting adanya kolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan yang lebih baik di DIY. Kolaborasi perlu dilakukan antara pemerintah, pelaku industri jasa keuangan, media, serta perguruan tinggi. 

“Setiap 100 orang, baru 50% atau separuhnya yang telah teredukasi dengan baik terkait produk dan jasa keuangan. Sementara lima puluhnya masih gelap,” jelasnya.

Menurut Parjiman, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia ditingkatkan, termasuk di DIY. Indeks literasi DIY mencapai 54,55%, angka tersebut lebih tinggi dibanding nasional. 

“Inklusinya ini perlu kita tingkatkan karena sedikit ada di bawah nasional yakni di angka 82,68%,” ungkapnya. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat