uefau17.com

Filosofi Bubur Merah Putih dalam Tradisi Jawa di Setiap Fase Kehidupan Manusia - Regional

, Yogyakarta - Dalam setiap tradisi Jawa, khususnya dalam acara selamatan, bubur merah menjadi salah satu sajian yang wajib dihadirkan. Bubur merah putih ini juga kerap disebut sebagai bubur sengkolo.

Disebut merah dan putih karena bubur ini menggunakan bahan utama beras ketan yang dicampur dengan gula merah atau gula aren. Sementara sebagain lainnya tidak menggunakan campuran gula merah atau gula aren, sehingga tetap berwarna putih.

Bubur ini biasanya dinikmati dengan kuah santan. Bukan sekadar sebagai hidangan dalam tradisi, bubur merah putih ternyata mengandung makna dan dilosofi sendiri.

Masyarakat Jawa menyebut bahwa bubur merah putih dibuat sebagai simbol untuk menolak bala atau menghindarkan manusia dari kesialan dan keburukan. Tak heran jika bubur ini kerap disajikan pada acara kelahiran, ulang tahun, pernikahan, musim panen, dan lainnya.

Dalam acara bancakan, tasyakuran, atau selamatan, bubur merah putih akan disajikan dan dibagikan setelah selesai menghaturkan doa dan harapan. Pembagian bubur merah putih juga bisa disimbolkan sebagai bentuk meningkatkan silaturahmi dan berbagi kebahagiaan serta doa.

Warna merah dan putih juga konon diyakini melambangkan keberanian dan kesucian, layaknya Sang Saka Merah Putih. Dalam acara kelahiran bayi atau pemberian nama, bubur ini menyimbolkan harapan agar nantinya anak tumbuh menjadi pribadi yang berani dan selalu bertindak di jalan yang suci, benar, dan baik.

Sementara itu, mitologi Jawa menyebutkan bahwa bubur putih merupakan simbol bibit dari ayah, sedangkan bubur merah merupakan simbol bibit dari ibu. Saat disatukan dalam satu wadah, maka ada simbol penyatuan dan hadirnya manusia baru.

Bubur merah putih melambangkan kehidupan manusia di dunia. Secara turun temurun, bubur merah putih ini senantiasa terus hadir dalam acara-acara yang tak lepas dari harapan dan doa.

(Resla Aknaita Chak)

Saksikan video pilihan berikut ini:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat