, Banyumas - Sejarah kesenian di Banyumas tak lepas dari wacana transgender. Terutama kesenian lengger lanang.
Tarian khas Banyumas ini dimainkan oleh laki-laki yang mengubah dirinya menjadi perempuan secara utuh dalam keseharian.
Sejarah transgender di Banyumas tercatat sejak abad ke-18. Kala itu Mangkunegaran VII memerintahkan tiga sastrawan untuk berkeliling Jawa. Mereka diperintahkan untuk menulis kehidupan penduduk Jawa saat itu.
Tiga sastrawan itu singgah di Banyumas dan menjumpai kesenian Lengger Lanang Banyumas. Kisah mereka belakangan tertulis dalam Serat Chentini, kisah tentang Jawa.
Kini, ratusan tahun kemudian, Dariah, 88 tahun, masih menari lengger. Dariah merupakan penari lengger lanang terakhir yang masih hidup. Ia menjalankan ritual yang komplit untuk bisa menjadi penari lengger.
Totalitasnya membuat Dariah yang nama aslinya Sadam, berperilaku seperti perempuan. Gerakannya luwes dan gemulai. Namun, energi yang dipancarkan dari kerendahan hati seorang penari lengger masih awet hingga kini.
Dariah merupakan simbol militansi kesenian rakyat yang saat ini mulai terancam punah. Bagi Dariah, lengger lanang merupakan kesenian adiluhung yang penuh makna filosofis kehidupan manusia.
"Saya pakai make up seadanya saja, tidak usah berlebihan," ujar Dariah, maestro lengger lanang Banyumas dari Desa Somakaton Kecamatan Somagede, kepada , Kamis (25/2).
Siang itu, Dariah bersama tiga penari lengger lanang lainnya didapuk menari lengger di Petilasan Manggihsari di desa itu. Di petilasan itulah Dariah puluhan tahun lalu melakukan perjalanan ritualnya untuk menjadi seorang penari lengger.
Advertisement
Baca Juga
- Kisah Tika, Remaja Kolong Pasar Melahirkan di Usia 15 Tahun
- Cekcok Layanan Seksual, 2 Pelajar Bunuh Manajer Bank
- Tolak LGBT, Tentara Ini Koprol Keliling Kolam di Manahan Solo
Panggung dibuat sederhana, tanpa atap. Meski tanpa atap, panggung cukup teduh karena terlindung rerimbunan pohon beringin yang berdiri kokoh di belakang petilasan. Penonton berjubel di dekat panggung. Tak ada sekat antara penari dan penonton.
Tetua adat Desa Somakaton, Jaya Martono mengatakan, pentas mini napak tilas itu juga dimaksudkan untuk mengajak masyarakat agar kembali berpikir bersih.
"Di sini ada takir atau makanan yang dibungkus daun pisang untuk dimakan bersama," katanya.
Takir merupakan akronim dari tata pikir atau menata pikiran. Saat ini, kata Jaya, banyak agama yang merasa benar sendiri dan menjelekkan agama lain.
Yusmanto, budayawan lokal Banyumas menambahkan, untuk menjadi penari lengger yang sebenarnya memang harus mengikuti ritual khusus. "Jadi tidak bisa instan," katanya.
Seperti yang diungkapkan oleh Astuti, penari lengger asal Cilacap yang ikut menari bersama Dariah.
"Tiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon harus tidur di depan pintu," ujarnya.
Selain itu, ia harus melakukan puasa mutih alias tidak makan apapun kecuali nasi putih sekepal dalam sehari. Calon penari harus melakukan tirakat agar menjiwai dan bisa diterima khalayak.
Ritual itulah yang ingin disampaikan kembali oleh Dariah kepada generasi penerusnya. Dariah sendiri merupakan lengger lanang generasi sebelum kemerdekaan yang saat ini masih konsisten menari.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Perjalanan Mistis Sang Penari
Dariah lahir di desa Somakaton, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas dengan nama Sadam, berjenis kelamin laki-laki. Ibu bernama Samini dan ayah bernama Kartameja yang hidup sebagai petani kecil.
Dariah tidak dapat menyebutkan angka tahun yang pasti tahun berapa Dariah dilahirkan. Dariah menuturkan bahwa kakeknya pernah bercerita dirinya lahir tidak lama setelah Kongres Pemuda. Dengan demikian diperkirakan Dariah lahir pada akhir tahun 1928 atau awal tahun 1929.
Dariah kecil meskipun berjenis kelamin laki-laki, namun suka lenggak-lenggok seperti seorang lengger dan suka nyindhen atau melagukan tembang-tembang Jawa. Kegemarannya menari dan menyanyi dilakukan sambil melakukan pekerjaan apa saja.
Sebelum menjadi penari lengger, Dariah kecil merasa seperti kerasukan indang lengger. Sadam seperti dituntun oleh alam bawah sadar. Tanpa pamit dengan orang-orang tercinta dan tanpa tahu kemana tujuannya, Sadam pergi dari rumah tanpa berbekal apapun kecuali sedikit uang yang dimilikinya.
Sadam berjalan sekedar mengikuti langkah kaki. Hal yang masih diingatnya adalah berjalan ke arah timur mengikuti jalan beraspal jalur Banyumas-Banjarnegara, kemudian berbelok ke kiri ke arah Purbalingga. Di daerah Bukateja Sadam sempat berhenti dan diberi air minum oleh warga setempat.
Dariah terus berjalan entah ke mana dan entah berapa hari sudah dilewatinya, hingga akhirnya sampai di sebuah pekuburan tua. Dariah melihat banyak batu lonjong dalam posisi berdiri (menhir) dan ada sebuah arca wanita cantik terbuat dari batu.
Dariah belum juga tahu di wilayah mana dirinya berada. Dariah hanya dapat memasrahkan hidup dan matinya kepada Hyang Maha Pencipta, dan memohon kalau memang ditakdirkan menjadi seorang lengger maka dirinya akan menerima dengan sepenuh hati.
Di tempat yang sebelumnya sama sekali tidak dikenalnya, Dariah sama sekali tidak berniat bertapa atau bersemadi, tetapi betapa dirinya merasa tenang dan damai, sehingga merasa betah dalam waktu berhari-hari. Dariah merasa mendapatkan perlindungan dari kekuatan magis yang tidak pernah dimengerti.
Dariah tidak dapat mengingat berapa hari dan berapa malam berada di makam tua tanpa makan dan minum. Menurut Dariah peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada masa penjajahan Jepang menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia atau sekitar tahun 1944 – 1945 .
Setelah berhari-hari Dariah berada di tempat pekuburan tua yang sangat mendamaikan hatinya, selanjutnya mulai terdengar pembicaraan orang-orang yang lewat di jalan yang ada di sisi barat tempat ia bersimpuh.
Dariah mulai paham bahwa selama beberapa hari ternyata dirinya berada di Panembahan Ronggeng atau lengger yang merupakan tempat bagi orang memohon kepada Penguasa Alam agar dapat menjadi seorang ronggeng.
Panembahan Ronggeng merupakan tempat bersemadi bagi orang yang menginginkan dirinya menjadi ronggeng atau lengger, terdapat di desa Gandatapa, kecamatan Sumbang, kabupaten Banyumas.
Dengan demikian Dariah telah berjalan mengelilingi tiga kabupaten, yaitu kabupaten Banyumas, Banjarnegara, dan Purbalingga, sebelum akhirnya kembali ke wilayah kabupaten Banyumas di lokasi Panembahan Ronggeng.
Setelah merasa puas berada di Panembahan Ronggeng, selanjutnya Dariah melanjutkan perjalanan pulang. Untuk menuju ke tempat tinggalnya di Somakaton, Dariah tidak begitu saja tahu jalan yang harus dilalui.
Dariah harus banyak bertanya kepada orang yang dijumpainya dalam perjalanan. Akhirnya Dariah sampai di kota Purwokerto. Di Purwokerto Dariah membelanjakan bekal uangnya untuk membeli perlengkapan yang dibutuhkan oleh seorang lengger dalam pementasan.
Dariah berambut pendek, dibelinya satu buah gelung brongsong (konde yang dilengkapi semacam ikat kepala sehingga pemakaiannya tinggal diterapkan di kepala). Dariah juga membeli kemben (kain penutup dada), sampur, kain, dan keperluan lain.
Barang-barang hasil belanjaan yang dipersiapkan untuk perlengkapan lengger lalu dibawanya pulang. Dengan berjalan kaki akhirnya Dariah sampai di Somakaton.
Advertisement
Pasang Surut Lengger Lanang
Betapa gemparnya seluruh keluarga, kerabat dan tetangga-tetangganya demi mengetahui Dariah pulang setelah sekian lama pergi entah kemana tanpa ada seorangpun yang tahu. Sesampainya di rumah Dariah menceritakan semua yang dialami selama kepergiannya.
Seluruh keluarga dan kerabat menanggapi positif semua yang terjadi. Semua kerabat menganggap bahwa semua yang telah terjadi merupakan bagian dari proses yang harus dialami oleh Dariah untuk menjadi seorang lengger.
Beberapa orang yang memiliki ketrampilan bermain gamelan dikumpulkan untuk berlatih bersama-sama dengan Dariah.
Semenjak itulah Dariah menjadi seorang lengger. Menurut Dariah apa yang dialaminya itu terjadi pada masa penjajahan Jepang menjelang kemerdekaan Indonesia (antara tahun 1944 – 1945).
Kejayaan lengger bertahan hingga Gerakan 30 September 1965 meletus. Kala itu seniman tradisional menjadi kelompok sosial yang oleh rezim Orde Baru ditengarai dekat dengan komunisme. Begitu pula seniman lengger yang banyak ditangkap pemerintah.
Saat lengger dilarang, Dariah menjadi perias pengantin atau sering disebut dukun manten. Pekerjaan yang dilakoninya hingga usia senja.
Dariah mendapat pengakuan saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi anugerah kategori Maestro Seniman Tradisional pada tahun 2011.
Namun, lebih dari itu, perjalanan kesenimanannya sungguh berliku. Demi seni yang begitu dicintanya, dia memilih melakoni hidup menjadi perempuan walau terlahir sebagai laki-laki.
Kini, ada salah satu penerusnya yang mulai naik daun sebagai lengger lanang. Namanya Agus. Nama panggungnya, Agnes.
“Mbok Dariah merupakan inspirasi saya sehingga saya ingin menjadi penari lengger lanang,” katanya.
Seniman serba bisa asal Jogjakarta, Didik Nini Thowok mengaku kagum dengan totalitas berkesenian penari lengger lanang, Dariah. "Totalitasnya masih terasa. Saya salut dengan Mbok Dariah," kata Didik.
Didik pernah mendokumentasikan sosok Dariah. Mulai dari rumahnya, Sungai Serayu, Pendopo Sipanji dan sejumlah tempat keramat yang pernah digunakan ritual oleh Dariah.
Didik blusukan hingga Banyumas merupakan hasil perenungannya akan Serat Chentini. Sebuah kisah yang menggambarkan bagaimana lengger masa lalu hidup. Serat ini juga berkisah tentang banyaknya kesenian yang diperankan oleh laki-laki, lengkap dengan latar belakang sejarahnya.
Ia mengatakan, ide untuk mendokumentasikan Lengger Dariah ini berawal dari perjalanannya di Amerika Serikat pada 20 September hingga 4 Oktober 2012. Saat menari lengger di Yale University di New Haven, Amerika Serikat, ia berjanji akan mendatangi Dariah untuk membuat film dokumenternya.
Dariah, kata Didik, merupakan representasi kesenian transgender yang sudah ada sejak zaman Sultan Hamengkubuwono VII. Saat itu, tari Golek yang dimainkan penarinya adalah laki-laki.
Transgender, kata dia, juga ditemukan pada serat Chentini buku kelima. Di serat itu, diceritakan tentang Cebolang yang menari lengger dengan dandanan perempuan.
Menurut dia, lengger merupakan kesenian tradisional yang adiluhung. Untuk menjadi penari lengger sebenarnya seperti Dariah, kata Didik, dibutuhkan keseriusan. Saat ini, kata dia, banyak penari lengger baru yang meninggalkan proses ritual agar bisa menjadi penari instan.
Padahal, totalitas menjadi penari lengger harus diperoleh melalui proses ritual yang berat. Selain harus puasa, penari lengger juga harus mandi di tujuh sumur yang berbeda.
"Penari juga harus bersemedi di tempat khusus lengger," kata dia.
Dariah mengaku senang dengan komitmen Didik terhadap kesenian lenger. “Saya langsung klop saat ketemu Didik,” ujar Dariah yang hanya bisa berbahasa Banyumasan itu.
Dariah mengaku sempat bermimpi bertemu Didik sebelum pentas itu. Ia sendiri berkeinginan untuk bisa tampil di Keraton Yogyakarta untuk menari lengger.
Aroma LGBT Dalam Seni
Budayawan Banyumas yang juga penulias novel Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari, mengatakan, di Banyumas seni transgender sudah sangat biasa.
"Sudah sejak dulu ada. Penari menjadi wandu atau banci karena menari lengger itu banyak," katanya.
Hanya saja saat ini generasi itu sudah mulai hilang. Saat ini lebih banyak penari ronggeng yang dimainkan oleh perempuan. Lengger sendiri berasal dari kata leng dan jengger. Ia menyebutkan, kisah soal transgender juga tertulis di History of Java kaya Sir Raffles.
Menurut dia, kesenian banyumasan hampir seluruhnya berorientasi kerakyatan. Kesenian yang tidak elitis dan bisa dinikmati oleh rakyat jelata sebagai manifestasi budaya agraris. Bukan pula kesenian yang disebut adiluhung seperti tarian Serimpi dan Gambyong yang hanya bisa dinikmati di keraton.
Rudi Lukmanto, salah satu penari lengger lanang zaman sekarang mengatakan, saat ini lengger masih menjadi tontonan yang ditunggu masyarakat Banyumas.
"Saya ingin mengikuti jejak Mbok Dariah," katanya.
Selama ini, kata dia, tidak ada yang membuat dia resah saat menari lengger. "Selama ini tidak ada yang membuat kami resah selama manggung keliling di beberapa daerah. Bahkan, pertunjukan selalu ramai," kata pria yang kini berstatus bapak beranak satu ini.
Bahkan setelah mentas, Rudi mengaku kerap dikejar-kejar kaum pria dan wanita yang terpesona akan aksinya. Kesenian lengger yang diperankan kaum lelaki menurutnya merupakan bentuk asli kesenian tradisional Banyumas.
"Kalau yang nari perempuan ya namanya ronggeng, sedangkan lengger ya penarinya laki-laki," pungkas dia.
Terkini Lainnya
Perjalanan Mistis Sang Penari
Pasang Surut Lengger Lanang
Aroma LGBT Dalam Seni
Lengger Lanang
Ronggeng Banyumas
Maestro Banyumas
Maestro Ronggeng
Dariah Penari
LGBT Serat Centhini
LGBT Nusantara
Sejarah LGBT
Euro 2024
HEADLINE: Pudarnya Sinar Bintang di Euro 2024 dan Copa America 2024, Siapa Jadi Pembeda di Semifinal?
Sudah 39 Tahun, Cristiano Ronaldo Beri Bocoran Terkait Masa Depannya di Portugal
Infografis Jadwal Semifinal dan Final Euro 2024 dan Copa America 2024
Tekel Keras Gelandang Jerman Akhiri Kiprahnya di Euro 2024, Pedri Kirim Pesan pada Toni Kroos
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Copa America 2024
HEADLINE: Pudarnya Sinar Bintang di Euro 2024 dan Copa America 2024, Siapa Jadi Pembeda di Semifinal?
Infografis Jadwal Semifinal dan Final Euro 2024 dan Copa America 2024
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Kesedihan Selimuti Fan Zone Copacabana Brasil
Mengejutkan, Uruguay Depak Brasil dari Copa America 2024
Hasil Copa America 2024 Uruguay vs Brasil: Selecao Kalah Dramatis Lewat Adu Penalti, La Celeste Tantang Kolombia di Semifinal
Timnas Indonesia U-16
Timnas Indonesia Rebut Perunggu Piala AFF U-16 2024, Erick Thohir: Lebih Baik di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Timnas U-16 Kalahkan Vietnam 5-0, Nova Arianto Minta Skuad Garuda Muda Tak Euforia
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Pilkada 2024
Kinerja Sudah Terbukti, Anwar Hafid Disebut Paket Komplit Cagub Idaman Warga Sulteng
Diskominfo Kepulauan Babel Tingkatkan Pengawasan untuk Lawan Hoaks Menjelang Pilkada 2024
Kaesang Pangarep Ungkap PSI-PKS Jalin Kerja Sama di Pilkada untuk 3 Wilayah Ini
Kapan Pilkada 2024? Simak Jadwal Persiapan dan Penyelenggaraannya
Jelang Pilkada 2024, Masyarakat Aceh Barat Diminta Tak Terprovokasi Hoaks
Proses Pendaftaran PPS Pilkada 2024, Simak Tanggung Jawab dan Masa Kerjanya
TOPIK POPULER
Populer
Kronologi Warga Tewas Tertembak Senjata Api Milik Anggota DPRD Lampung Tengah
Anggota DRPD Bandar Lampung yang Dilaporkan Kasus Penggelapan Mobil Rental Berujung Damai
Nasib Tragis Gadis Belia di Flotim, Dicekoki Miras Lantas Digilir 12 Pria Selama Dua Hari
Aniaya Warga Hingga Babak Belur di Kantor Polisi, Kanit Reskrim di Bone Dimutasi
Target Hattrick Juara Umum PON, 148 Atlet Jabar Berlatih di Korea Selatan
Indahnya Telaga Sunyi, Tempat Wisata Alam Mempesona di Banyumas
Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua Dukung Presiden Indonesia Terpilih Prabowo Rampungkan Persoalan di Papua
Hanya Satu Putra Daerah yang Lolos, Seleksi Taruna Akpol NTT Tuai Protes
Pegi Setiawan Bebas, Kuasa Hukum Vina: Memang Terbukti Ada Kecerobohan Polisi
Petugas Bandara Kualanamu Gagalkan Penyelundupan 1 Kg Sabu Disembunyikan di Sepatu
Pegi Setiawan
Pegi Setiawan Menang Praperadilan, Salah Tangkap atau Salah Prosedur?
Pegi Setiawan Bebas, Kapolri: Kita Hormati Putusan Pengadilan
DPR Minta Semua Pihak Hormati Putusan Praperadilan Pegi Setiawan
Profil Eman Sulaeman, Hakim PN Bandung yang Kabulkan Praperadilan Pegi Setiawan
5 Fakta Terkait Pegi Setiawan Bebas dari Tahanan, Kabulkan Gugatan Praperadilan
Pegi Setiawan Bakal Dibebaskan, Komnas HAM Pastikan Penyelidikan Kasus Vina Cirebon Berlanjut
Berita Terkini
Ternyata Menjawab Seperti ini saat Nama Rasulullah Disebut Salah, Begini yang Benar Kata Gus Baha
HEADLINE: Pudarnya Sinar Bintang di Euro 2024 dan Copa America 2024, Siapa Jadi Pembeda di Semifinal?
Hari Satelit Palapa 9 Juli, Peluncuran Satelit Pertama Indonesia pada 1976
Pegi Setiawan Menang Praperadilan, Salah Tangkap atau Salah Prosedur?
Diduga Telantarkan Istri dan 3 Anaknya, Anggota Polda Sulsel Dilapor ke Propam
Pegi Setiawan Bebas, Kapolri: Kita Hormati Putusan Pengadilan
Target Hattrick Juara Umum PON, 148 Atlet Jabar Berlatih di Korea Selatan
Profil Dewi Paramita, Mantan Ibrahim Risyad yang Jadi Sorotan Warganet
Menpora: Presiden Jokowi Lepas Kontingen Olimpiade Paris 2024 pada 10 Juli
Peristiwa Dahsyat dan Menakjubkan Di Bulan Muharram, Bulan Keberkahan bagi Para Nabi
Respons Golkar soal Nagita Slavina Diusulkan Jadi Wagub Sumut Pendamping Bobby Nasution
Top 3 Berita Hari Ini: Turis Indonesia Rugi hingga Rp20 Juta Saat Liburan ke Jepang, Beri Saran Pesan Tiket Pesawat Lintas Kota
Pria Mabuk Tikam Bayi Berulang-ulang di Indragiri Hilir hingga Tewas
Adhi Karya Minta PMN Rp 2 Triliun Buat Garap Tol Joglosemar
Kinerja Sudah Terbukti, Anwar Hafid Disebut Paket Komplit Cagub Idaman Warga Sulteng