uefau17.com

Pelajaran di Tahun Politik, APDI Harap Kecurangan Pilpres Tak Berulang - Pemilu

, Jakarta - Ketua Umum Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) Akhmad Syarbini mengakui, mengatakan Pilpres 2024 sudah berakhir dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU RI. Namun dia mewanti, jangan sampai proses Pilpres 2024 yang diduga penuh dengan kecurangan kembali terulang.

“Sebagai bagian dari civil society, kami akan terus mengedukasi masyarakat termasuk pemerintah dan penyelenggara pemilu, bahwa perlu ada hikmah yang diambil dari kejadian Pilpres kemarin. Jika tak ada hikmah yang bisa diambil untuk perbaikan ke depan, maka terasa sia-sia gelontoran anggaran Rp76 triliun untuk pelaksanaan Pilpres kemarin,” kata Akhmad seperti dikutip dari siaran pers diterima, Selasa (21/5/2024).

Akhmad mewanti jika bangsa Indonesia tidak bisa mengambil hikmah dari Pilpres 2024 untuk perbaikan, maka ke depan itu sangat konyol, dengan anggaran Rp76 triliun dengan mengulang proses yang sama.

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyinggung pernyataan deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (AS) soal pemerintah dibentuk untuk menaati kesepakatan antara rakyat atau konstitusi.

Menurut dia, konstitusi dalam kontrak sosial juga bermakna kesepakatan antar rakyat. Sehingga jika konstitusi dilanggar, maka rakyat pantas dan berhak mengganti pemerintahan yang melanggarnya.

“Konstitusi di dalam teori kontrak sosial, yaitu adalah kesepakatan antar rakyat. Kalau pemerintah melanggar kesepakatan antara rakyat, melanggar konstitusi, maka hak rakyat adalah mengganti pemerintahan yang melanggar,” ucap Anthony.

Kemudian, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus turut membawa pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 90/PUU-XX/2023 perihal batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.

Kata Petrus, hakim yang berperan besar dalam putusan 90 adalah Anwar Usman atau Paman dari Gibran Rakabuming Raka. Petrus meyakini putusan perkara nomor 90 dianggap janggal, sebab ada 5 perkara sejenis yang diajukan oleh berbagai pihak dan diputus di hari yang sama.

“Namun ketika 4 perkara awal ditolak, tapi perkara nomor 90 justru dikabulkan. Padahal rentang waktu antara putusan perkara sebelumnya dengan pembacaan putusan perkara 90 hanya berselang 1 jam,” heran Petrus.

Maka dari itu, harus juga mempertanyakan mengapa permasalahan proses putusan perkara nomor 90 tidak digali maksimal saat sengketa Pilpres saat persidangan di MK.

“Jadi apa sebab dosa perkara 90 tidak digali secara maksimal dalam persidangan,” Petrus menandasi.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diskusi

Sebagai informasi, pernyataan ketiga narasumber disampaikan dalam Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (API) Perubahan dan APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) yang menggelar nonton bareng film 'Dirty Election' dan diskusi bertajuk 'Membongkar Aktor Intelektual Kejahatan Pilpres 2024' di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (20/5).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat