, Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra angkat suara soal pelantikan Oesman Sapta Odang atau OSO, Nono Sampono, dan Damayanti Lubis sebagai Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Pelantikan yang dilakukan Wakil Ketua MA bidang non-yudisial Suwardi justru bertentangan dengan keputusan MA sendiri yang membatalkan Peraturan DPD No 1 Tahun 2017 tentang Peraturan Tata Tertib. Di dalamnya terdapat aturan bahwa masa jabatan DPD adalah 2,5 tahun, sehingga otomatis mengikuti aturan sebelumnya, yaitu masa jabatan pimpinan DPD adalah 5 tahun.
Baca Juga
Sementara, pelantikan pimpinan baru DPD RI tersebut berdasarkan keputusan DPD RI untuk masa jabatan periode Maret 2017 sampai dengan September 2019.
Advertisement
Meski terdapat keganjilan, Yusril berpandangan pelantikan OSO dan Nono Sampono itu sah. Bahkan, Yusril mengaku mendapat hikmah besar dalam berbagai keganjilan di pelantikan pimpinan DPD.
Berikut pandangan lengkap Yusril Ihza Mahendra seperti disampaikan via e-mail ke redaksi :
Kisruh dan kontroversi sekitar pelantikan Ketua dan para Wakil Ketua DPD Selasa 4 April 2017 hingga hari ini belum mereda. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Oesman Sapta Odang (OSO), Nono Sampono bisa dilantik sebagai Ketua dan Wakil-Wakil Ketua DPD dan pengucapan sumpahnya dibimbing langsung oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), sementara MA sendiri sudah membatalkan Peraturan DPD No 1 Tahun 2017 tentang Peraturan Tata Tertib yang menjadi dasar pemilihan dan pelantikan itu?
Sebagian tokoh, pengamat hukum, bahkan termasuk mantan Ketua MA Dr Harifin Tumpa mengatakan Mahkamah Agung telah mempermain-mainkan hukum dalam kasus pelantikan Pimpinan DPD ini. Headline koran Kompas (5 April 2014) menulis judul berita yang sama dan menuduh DPD melakukan tindakan memalukan karena terang-terangan telah mengabaikan Putusan MA yang membatalkan Peraturan Tata Tertib DPD sebagaimana tertuang dalam Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017. Padahal sebagai lembaga negara, DPD harusnya memberi contoh menjalankan hukum dengan benar di negara ini.
Sebagian kalangan menuding OSO dan kawan-kawan sebagai tokoh yang mendalangi kisruh pergantian Pimpinan DPD setelah pimpinan yang ada menjalankan tugasnya selama 2,5 tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017. Sementara Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Prof Dr Farouk Muhammad menolak, dua Wakil Ketua DPD yang menurut Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 berakhir masa jabatan dua setengah tahunnya tanggal 1 April yang lalu, menentang pergantian pimpinan DPD itu.
Alasan GKR Hemas dan Prof Farouk menolak pergantian itu adalah karena Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPR selama 2,5 tahun telah dibatalkan MA. Dengan pembatalan itu, maka masa jabatan Pimpinan DPD adalah 5 tahun, sehingga tidak perlu ada pergantian pimpinan.
Upaya GKR Hemas untuk membacakan Putusan MA itu dalam rapat paripurna mendapat tantangan yang besar. Alasannya, GKR Hemas dan Prof Farouk sudah tidak berhak lagi memimpin Rapat Paripurna karena jabatannya, menurut Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017, sudah berakhir. Pimpinan DPD dianggap sudah vakum dan karena itu, sesuai undang-undang harus dipimpin sementara oleh anggota tertua dan termuda usianya. Namun anggapan bahwa masa jabatan Pimpinan DPD 2,5 tahun telah berakhir itu, menurut mereka yang menentang, sudah tidak berlaku lagi karena peraturanya sudah dibatalkan MA.
Kekisruhan masalah Pimpinan DPD ini kalau dilihat dari sudut perundang-undangan sebenarnya disebabkah oleh mekanisme uji materil yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Menurut UUD 45, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan menguji undang-undang. Sementara Mahkamah Agung berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.
Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangannya menguji undang-undang terhadap UUD 45 bersikap tegas. Jika MK memutuskan norma undang-undang, sebagian atau seluruhnya, bertengan dengan UUD 45 maka putusan itu berlaku seketika yakni ketika palu sudah diketok oleh Ketua MK dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan MK itu final dan mengikat, tak seorangpun bisa membantah dan melawannya.
Saya masih ingat ketika Ketua MK Mahfud MD mengetok palu menyatakan salah satu pasal UU Nomor 16 Tahun 2004 yang mengatur jabatan tentang masa jabatan Jaksa Agung bertentangan dengan UUD 45 kecuali dimaknai bahwa jabatannya adalah 5 tahun sama dengan masa bhakti kabinet. Putusan detik itu juga berlaku dengan serta-merta.
Sebagai reaksi atas Putusan MK tersebut, Mensesneg waktu itu, Sudi Silalahi dan Staf Khusus Presiden SBY yang sangat masyhur, Prof Dr Denny Indrayana, segera mengadakan konfrensi pers di Istana Negara. Mereka mencoba berkelit2 dan mencoba untuk menafsir-nafsirkan putusan MK untuk mempertahankan jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Namun Presiden SBY akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memberhentikan Hendarman, dua hari setelah MK membacakan putusannya.
Beda dengan MK yang bersifat tegas dalam menjalankan kewenangannya menguji undang-undang, Mahkamah Agung menjalankan kewenangannya menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan cara yang lunak. Putusan MA yang membatalkan sebuah peraturan perundang-undangan tidaklah berlaku serta-merta, melainkan diperintahkan kepada lembaga atau instansi yang membuat peraturan itu untuk mencabutnya.
Kalau lembaga atau instansi itu tidak mencabutnya dalam waktu 90 hari, maka barulah peraturan yang dibatalkan MK dalam uji materil itu tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat lagi. Ketentuan ini diatur dalam beberapa peraturan MA, dan terakhir dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2012 yang sampai sekarang masih berlaku.
Menurut hemat saya, Peraturan Uji Materil MA yang dibuatnya sendiri itu telah menempatkan MA tidak sejajar dengan MK dalam melaksanakan kewenangan uji materi yang sama-sama diberikan oleh UUD 45. MA secara sengaja membuat dirinya sendiri menjadi kurang berwibawa dalam melakukan uji materil sebagaimana MK. Saya sudah mengingatkan Ketua MA Dr M Hatta Ali, tak lama setelah beliau diilantik menjadi Ketua, akan kelemahan Peraturan MA tentang uji materil itu dan meminta beliau untuk segera memperbaikinya demi meningkatkan kewibawaan MA. Namun sampai hari ini, perbaikan belum juga dilakukan.
Saya katakan kepada Dr Hatta Ali bahwa arsitek penyusunan peraturan MA tentang uji materil itu adalah mendiang Prof Dr Paulus Effendi Lotulung yang waktu itu menjadi Ketua
Muda MA Bidang Tata Usaha Negara. Prof Lotulung memang seorang Guru Besar Hukum Administrasi Negara dan berkarir sebagai hakim Tata Usaha Negara (TUN). Karena itu, tidak heran jika Peraturan Hak Uji Materil MA nampak bergaya hukum acara peradilan TUN. Padahal, hakikat kewenangan MA dalam menguji peraturan, sangatlah berbeda dengan kewenangannya mengadili sengketa tata usaha negara. Kalau MA sudah menyatakan batal suatu peraturan perundang-undangan, maka putusan itu seharusnya berlaku serta-merta dan tidak memerlukan eksekusi dalam bentuk pencabutan oleh institusi yang membuatnya.
Kelemahan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2012 itulah yang menjadi faktor utama yang menyebabkan kisruh di DPD. GKR Hemas dan Prof Farouk Muhammad mengira, Putusan MK tanggal 29 Maret 2017 yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD hanya 2,5 tahun berlaku serta merta. Padahal peraturan itu masih tetap berlaku sebelum dicabut oleh Pimpinan DPD atau belum lewat waktu 90 hari sejak putusan dibacakan oleh MA.
Keadaan seperti di atas dimanfaatkan Oesman Sapta Odang (OSO) dan para pendukungnya. Pimpinan DPD yang mana yang bisa mengeksekusi putusan MA yang membatalkan Peraturan Tatib itu, sementara pimpinan yang ada, yakni dua wakil ketua masing-masing GKR Hemas dan Prof Farouk - sementara Ketuanya Muhammad Saleh tidak hadir karena sedang umroh - masa jabatan 2,5 tahunnya sudah habis sejak tanggal 1 April 2017. Pendukung OSO mengatakan bahwa GKR Hemas dan Prof Farouk tidak sah memimpin sidang DPD karena jabatannya sudah kadaluarsa.
OSO juga memanfaatkan kelemahan administrasi putusan MA - dan MA memang sering begitu - yakni salah ketik dalam diktum putusannya yang membatalkan Peraturan Tatib DPD itu. Amar putusannya bukannya memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) untuk mencabut Peraturan Tatib yang dibatalkan itu, melainkan ditulis "memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah" (DPRD) untuk mencabut Peraturan Tatib DPD yang dinyatakan batal oleh MA itu.
OSO bilang, mana bisa Pimpinan DPRD mencabut Peraturan Tata Tertib DPD. Walau terdengar lucu, omongan OSO ini benar. MA telah salah dalam membuat putusan, dan kesalahan seperti itu dalam sebuah putusan yang telah dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan telah pula dimuat dalam website MA, tidaklah dapat dikoreksi begitu saja dengan mengatakannya sebagai salah ketik belaka.
Kalau MA menulis salah nama orang yang dijatuhi pidana dalam perkara tingkat kasasi, maka untuk memperbaikinya tidak bisa diralat begitu saja, melainkan harus melalui putusan Peninjauan Kembali (PK). Atau jika putusan itu menjadi "non executable" yakni putusan yang tidak dapat dieksekusi karena salah nama atau salah orang. Nah, masalahnya Putusan MK yang membatalkan Peraturan Tata Tertib DPD itu adalah putusan yang "final and binding" artinya putusan terakhir yang tidak ada upaya hukum lagi, termasuk Peninjauan Kembali.
Kini kembali kepada persoalan utama dalan tulisan ini, apakah sah pemilihan OSO, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis sebagai Pimpinan DPD yang baru untuk jabatan 2,5 tahun ke depan? Apakah sah sidang DPD yg memilih mereka yang dipimpin AM Fatwa sebagai anggota tertua dan apakah sah Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi yang memandu pengucapan sumpah mereka sebagai Pimpinan DPD?
Jawaban saya atas pertanyaan di atas adalah, apa boleh buat, semua itu adalah sah. Mengapa? Bukankah Peraturan Tata Terib DPD sebagaimana tertuang dalam Keputusan DPD Nomor 1 Tahun 2017 sudah dibatalkan MA dalam perkara uji materil tanggal 29 Maret 2017? Jawab saya, memang Peraturan Tata Tertib itu sudah dibatalkan MA, tetapi peraturan itu masih tetap berlaku sebelum dieksekusi, dalam makna belum dicabut oleh Pimpinan DPD atau belum lewat waktu 90 hari sejak putusan dibacakan.
Bahkan kalau mengikuti ucapan OSO yang lebih ekstrim lagi, Putusan MA yang membatalkan Peraturan Tatib DPD itu tergolong sebagai putusan yang "non executable" atau putusan yang tidak dapat dieksekusi karena dalam amar putusannya, MA memerintahkan Pimpinan DPRD (yang juga tidak jelas DPRD yang mana) untuk mencabut Peraturan Tata Tertib DPD yang dibatalkannya itu. Padahal semua orang tahu bahwa Pimpinan DPRD manapun di seantero republik tercinta ini tidaklah punya kewenangan untuk mencabut Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
Walaupun kisruh DPD ini membuat sebagian orang sesak nafas dan geleng-geleng kepala menyaksikan kelucuan dan keganjilan di negara ini, namun peristiwa ini bagi saya mengandung hikmah yang besar. Negara kita sekarang ini dipimpin oleh banyak pemimpin amatiran, bahkan pemimpin dagelan, tapi mereka itu dipilih oleh rakyat secara demokratis. Tetapi semua ini membuat saya berpikir: akan ke mana perjalanan bangsa dan negara kita ini ke depan? Indonesia dengan demokrasi model sekarang ini, nampaknya benar-benar berada di persimpangan jalan.
Jakarta, 6 April 2017
YUSRIL IHZA MAHENDRA
Terkini Lainnya
Caleg DPD Maluku Terpilih Mundur Tak Lanjutkan Tahap Pelantikan, Ini Kata Bawaslu
Formappi Soroti Nono Sampono yang Bakal Deklarasi Sebagai Pimpinan DPD RI
Beredar Surat Deklarasi Pimpinan, KPU Sebut Belum Bisa Proses Pengganti Mirati Dewaningsih Jadi Anggota DPD RI
Yusril Ihza Mahendra
DPD
Rekomendasi
Formappi Soroti Nono Sampono yang Bakal Deklarasi Sebagai Pimpinan DPD RI
Beredar Surat Deklarasi Pimpinan, KPU Sebut Belum Bisa Proses Pengganti Mirati Dewaningsih Jadi Anggota DPD RI
Rencana Kenaikan Cukai Rokok, DPD Sebut Industri Hasil Tembakau Bisa Terimbas
Ketua DPD RI Siap Kawal Presiden Terpilih Prabowo Perkuat Pancasila
DPD Ingatkan Kepala Daerah Akan Ancaman Kemarau, Antisipasi Kekeringan sampai Gagal Panen
Ramai Kelakuan Wisatawan Mancanegara di Bali, DPD Minta Stakeholder Pariwisata Beri Perhatian
Datangi DPD RI, Asosiasi MRP Minta Dukungan Proteksi Hak Politik Orang Asli Papua
Sultan Najamudin, GKR Hemas dan Yoris Raweyai Koalisi Maju Pimpinan DPD
KPU Jatim Tunggu Arahan Pusat terkait Nasib Caleg DPD Kondang Ayu yang Dinyatakan Melanggar
Copa America 2024
Kesedihan Selimuti Fan Zone Copacabana Brasil
Mengejutkan, Uruguay Depak Brasil dari Copa America 2024
Hasil Copa America 2024 Uruguay vs Brasil: Selecao Kalah Dramatis Lewat Adu Penalti, La Celeste Tantang Kolombia di Semifinal
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Hasil Copa America 2024 Kolombia vs Panama: Gulung Los Canaleros 5-0, Luis Diaz Cs Kunci Tiket Semifinal
Saksikan Live Streaming Copa America 2024 Uruguay vs Brasil, Segera Dimulai
Ketua KPU
KPU Minta Kasus Pencabulan Hasyim Asy'ari Tidak Menyeret-nyeret Keluarga
Tak Cuma Gaji Puluhan Juta, Hasyim Asy'ari Dapat Sederet Fasilitas Ini Saat jadi Ketua KPU
Megawati Kecewa Kasus Ketua KPU Hasyim Asy'ari: Kok Begitu Ya, Pusing Saya
Infografis DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari Terkait Tindak Asusila
Top 3 News: Ketua KPU Hasyim Asy'ari Beri Fasilitas Korban Asusila Apartemen di Jaksel dan Uang Perbulan
Timnas Indonesia U-16
Timnas Indonesia Rebut Perunggu Piala AFF U-16 2024, Erick Thohir: Lebih Baik di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Timnas U-16 Kalahkan Vietnam 5-0, Nova Arianto Minta Skuad Garuda Muda Tak Euforia
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Pilkada 2024
Maju Pilkada 2024, Eman Suherman Berkomitmen Tulus Bantu Warga Majalengka
KPU Diminta Perkuat Iman Usai Tercoreng kasus Asusila Hasyim Asy'ari
Lumayan! Ini Besaran Gaji PPS Pilkada 2024 dan Masa Kerjanya, Simak Cara Daftarnya
Bawaslu Sulut Pastikan Pengungsi Gunung Ruang Punya Hak Pilih dalam Pilkada 2024
Nadiem Makarim Masuk Daftar Usulan Cagub DKI dari PSI Jakut
Hasil Mukerwil DPW PPP Sulsel: Dukung Kepemimpinan Mardiono hingga Sepakat Sukseskan Pilkada 2024
TOPIK POPULER
Populer
Cuaca Besok Senin 8 Juli 2024: Jabodetabek Pagi Cerah Berawan, Siang Hujan
Pemkot Depok Sediakan 44 Halte dan Gratiskan Penumpang Bus Kita
Bentuk Kepercayaan Prabowo, Pengamat Sebut Sejumlah Menteri Jokowi Bisa Bertahan
Jokowi Ucapkan Selamat Tahun Baru Islam: Semoga Bawa Kedamaian
Menaker Ida Apresiasi Kepatuhan Huawei pada Regulasi di Indonesia dan Aktif Tingkatkan Kompetensi Pekerja Lokal
Survei Indikator Politik Indonesia: Masyarakat Jateng Puas dengan Kinerja Presiden Jokowi
Tahun Ini BAF Donasikan Lebih dari 20 Ribu Mangrove Melalui BAF ECO Move
Usai Diguyur Hujan, Kualitas Udara Jakarta Pagi Ini Masuk Kategori Baik
Bertambah Dua, Tersangka Kisruh Konser Lentera Festival di Tangerang Jadi 3 Orang
Euro 2024
Hadiah Piala Eropa atau Euro 2024 Bikin Ngiler, Cek di Sini Besarannya
Akanji Gagal Penalti di Laga Inggris Vs Swiss, Punya Nilai Pasar Rp 782 Miliar
Cristiano Ronaldo Buka Suara usai Gagal Antar Portugal ke Semifinal Euro 2024, Apa Katanya?
Tampil Kompak, Ini 7 Potret Andrea Dian dan Ganindra Bimo Nonton Euro 2024 di Jerman
Top 3: Zodiak yang Paling Suka Traveling
Top 3 Berita Bola: Prancis Rebut Tiket Semifinal Euro 2024 usai Menang Dramatis atas Portugal Lewat Adu Penalti
Berita Terkini
Tambang Emas Suwawa Longsor, Puluhan Orang Dilaporkan Tertimbun
Jokowi Khawatir Dampak Perubahan Iklim, PAN Komitmen Percepat Transisi Energi
Astronot NASA Keluar dari Simulasi Misi Mars Setelah Bertahan 378 Hari
Ustad di Makassar Disekap dan Dianiaya, Polisi Tangkap 5 Terduga Pelaku
Beda dengan Pemerintah, PBNU Tetapkan 1 Muharram Jatuh Senin Besok 8 Juli 2024
Festival Bulan Juni 2024 Sukses Digelar di Palembang
Marc Marquez dan Alex Marquez Naik Podium MotoGP Jerman 2024, Sejarah Tercipta di Sachsenring
BSI Jadi Sasaran Hoaks, dari Soal Layanan Sistem sampai Pembagian Hadiah
Waspada Calo, Beli Tiket Penyeberangan Wajib via Aplikasi Ferizy
4 Pasangan Zodiak yang Paling Berpotensi dari Sahabat Jadi Cinta, Kamu Salah Satunya?
6 Momen Hedi Yunus Main ke Rumah Ibu-ibu yang Mengidolakannya Selama 16 Tahun, Sukses Bikin Menjerit Histeris
Wamenkeu Minta Geo Dipa Terus Cari Sumber Energi Panas Bumi Baru
Bangladesh Protes Kualitas Peralatan Militer yang Dibeli dari China di Bawah Standar
Tanpa Kate Middleton, Pangeran William Eksis di Serial Dokumenter tentang Tunawisma di Inggris
4 Permohonan Penduduk Neraka yang Ditolak dan Tak Akan Pernah Terkabul, Na'udzubillah