uefau17.com

4 Hal yang Orangtua Tidak Boleh Lakukan Saat Menghadapi Anak Tantrum - Health

, Jakarta - Anak tantrum memang bisa membuat orangtua frustrasi dan marah. Menurut psikolog klinis Ray Levy, PhD, "Meltdown itu hal yang mengerikan, tidak menyenangkan, tetapi itu adalah bagian dari masa kanak-kanak."

Tantrum, atau ledakan emosional, merupakan cara anak-anak untuk mengekspresikan rasa frustrasi, marah, atau kesal ketika keinginan atau kebutuhan mereka tidak terpenuhi.

Tantrum dapat terjadi pada anak-anak di segala usia, namun tantrum paling sering terjadi pada balita, yaitu anak usia 1 hingga 4 tahun. Pada usia ini, anak-anak masih dalam tahap perkembangan dan belum memiliki kemampuan yang baik untuk mengelola emosinya.

Perilaku tantrum dapat bervariasi, mulai dari menangis histeris dan berteriak, hingga melempar barang, memukul, dan menggigit.

Ketika dihadapkan dengan amukan si kecil yang berteriak, menendang, dan menangis, orang tua terkadang merasa frustrasi dan kehilangan kesabaran. Dalam situasi ini, mungkin muncul pertanyaan bagaimana cara terbaik untuk mengatasi tantrum anak balita.

Meskipun tidak ada solusi yang pasti dan cocok untuk semua, para ahli sepakat tentang beberapa hal yang tidak boleh dilakukan saat menghadapi tantrum anak. Berikut beberapa di antaranya mengutip Parents.

  1. Berteriak dan memukul: Menghukum anak dengan berteriak atau memukul hanya akan memperburuk situasi dan membuat anak semakin marah.
  2. Memberi sogokan: Memberikan anak apa yang mereka inginkan saat tantrum hanya akan memperkuat perilaku tantrum dan membuatnya terulang kembali di masa depan.
  3. Merayu: Membujuk anak dengan iming-iming hadiah atau janji hanya akan menunda penyelesaian masalah dan tidak membantu anak belajar mengendalikan emosinya.
  4. Menyerah: Mengalah pada tuntutan anak saat tantrum hanya akan membuatnya merasa bahwa tantrum adalah cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Tantrum?

Orang tua sebaiknya menunjukkan perilaku yang ingin mereka pelajari oleh anak. Tetap tenang dan konsisten dalam menghadapi tantrum dapat membantu anak memahami batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta membantu mereka merasa lebih aman dan terkendali.

Dr. Rubinowitz, seorang ahli kesehatan anak, menekankan bahwa penting untuk menegakkan aturan dengan tegas, meskipun anak merasa kesal. "Jika Anda menyerah, hal tersebut akan terjadi lagi dan lagi," tegasnya.

Sosiolog Murray Straus, PhD, menambahkan bahwa saat mendisiplinkan anak, penting untuk fokus pada perilakunya dan tidak menyerang secara emosional. "Orang tua sering kali mengatakan bahwa hal ini tidak realistis," ujarnya.

"Namun, jika kita dapat menahan diri untuk tidak berteriak kepada rekan kerja, kita juga harus bisa melakukan hal yang sama kepada anak-anak kita."

Dengan menerapkan tips-tips di atas dan menghindari kesalahan yang umum dilakukan, orang tua dapat belajar cara mengatasi tantrum anak balita dengan lebih efektif dan membantu anak mereka mengembangkan kemampuan untuk mengelola emosinya dengan lebih baik. 

3 dari 4 halaman

Apakah Anak Tantrum Itu Normal?

Sebagai orang tua, menghadapi amukan si kecil yang menangis, berteriak, dan berguling-guling di lantai memang bisa sangat mengganggu dan membuat frustrasi.

Namun, penting untuk diingat bahwa tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak dan bukan merupakan tanda bahwa ada yang salah dengan anak Anda.

Tantrum umumnya terjadi pada anak usia 1 hingga 4 tahun, saat mereka masih dalam tahap belajar untuk mengelola emosinya. Pada usia ini, anak-anak belum memiliki kemampuan yang baik untuk mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan mereka dengan kata-kata.

Oleh karena itu, mereka sering kali mengekspresikan rasa frustrasi, marah, atau kesal melalui tantrum.

4 dari 4 halaman

Apa Penyebab Anak Tantrum?

Menurut Dr. Ray Levy, psikolog klinis, pada dasarnya setiap tantrum berakar dari satu hal sederhana: ketidakmampuan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

"Pada anak usia 1 hingga 2 tahun, tantrum sering kali muncul karena mereka ingin menyampaikan kebutuhannya, seperti ingin susu lebih banyak, popoknya diganti, atau mainan tertentu, namun mereka belum memiliki kemampuan bahasa yang memadai untuk mengungkapkannya," jelas Dr. Levy. "Mereka merasa frustrasi ketika Anda tidak memahami apa yang mereka 'katakan'."

Seiring bertambahnya usia, tantrum pada balita lebih banyak terkait dengan perebutan kekuasaan. "Pada usia 3 atau 4 tahun, anak-anak sudah lebih mandiri," lanjut Dr. Levy.

"Mereka lebih sadar akan kebutuhan dan keinginan mereka, dan ingin lebih banyak mengendalikannya."

Memasuki usia prasekolah, meskipun anak-anak sudah dapat menggunakan kata-kata untuk menyampaikan kebutuhan mereka, tantrum tidak selalu berakhir.

Pada tahap ini, mereka masih belajar bagaimana mengelola emosinya, dan perbedaan pendapat kecil dapat dengan mudah berkembang menjadi pertengkaran.

Meningkatnya rasa ingin mandiri pada anak juga dapat menjadi sumber frustrasi ketika mereka membutuhkan bantuan. Contohnya, ketika mereka mencoba melakukan hal-hal yang menantang, seperti mengikat sepatu sendiri, dan menyadari bahwa mereka tidak bisa melakukannya sendiri.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat