, Jakarta Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menyoroti pelemahan permintaan (demand) hingga barang impor China sebagai akibat utama anjloknya Purchasing Manager's Index atau PMI Manufaktur Indonesia.
Seperti diketahui, laporan S&P Global merilis data PMI Manufaktur Indonesia Juli 2024 terkontraksi ke level 49,3. Turun dari level Juni 2024 yang masih tercatat ekspansif di level 50,7.
Baca Juga
Nailul mengatakan, penurunan PMI Manufaktur ini tergambar dari pelemahan tingkat daya beli masyarakat, khususnya pada kelompok kelas menengah untuk kebutuhan sekunder/tersier seperti mobil.
Advertisement
"Jika kita kaitkan dengan kondisi deflasi yang terus terjadi, faktor pelemahan PMI banyak dari sisi demand. Masyarakat sudah mulai menunjukkan penurunan daya beli sejak awal tahun," kata Nailul kepada , Sabtu (3/8/2024).
"Pembelian mobil baru semakin menurun, sebaliknya pembelian sepeda motor masih oke. Konsumsi rumah tangga kelas menengah juga sudah mulai didominasi oleh sektor pangan," imbuhnya.
Ditambah lagi faktor maraknya barang impor dari China yang menekan produksi dalam negeri. Nailul menilai, China yang mengalami over supply barang harus mengirim barang ke luar negeri untuk mengurangi beban dalam negeri.
"Akibatnya, tekanan bagi industri dalam negeri sangat hebat. Tingkat utilisasi produksi menurun. Banyak industri dengan tingkat utilisasi di bawah 60 persen," terang dia.
Menurut dia, dampak yang harus diwaspadai oleh pemerintah adalah tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Angka inflasi rendah atau deflasi, yang artinya tingkat pengangguran tinggi.
Nailul bilang, hal ini berkaitan dengan deflasi yang ditimbulkan dari rendahnya permintaan dari pasar. Sebagai analogi, ketika permintaan turun maka harga segera menyesuaikan dengan rendahnya permintaan.
"Akibatnya sisi produsen merespon dengan perlambatan produksi. Penyerapan tenaga kerja jadi melambat, atau bisa menimbulkan PHK," pungkas Nailul.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
PMI Manufaktur Indonesia Anjlok, Sri Mulyani: Kita Masih Punya Harapan
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara soal anjloknya Purchasing Manager's Index atau PMI manufaktur Indonesia. Hal itu menanggapi laporan S&P Global yang merilis data PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang tercatat turun ke level 49,3 atau terkontraksi.
Padahal pada Juni 2024, PMI Manufaktur Indonesia masih tercatat ekspansif di level 50,7. Menurut Sri Mulyani penurunan tersebut dipengaruhi oleh beberapa.
Pertama, dikarenakan ada permasalahan dari sisi permintaan (demand side), dimana terdapat barang manufaktur yang mengalami pengurangan. Penyebabnya akan diidentifikasi, apakah karena dipengaruhi faktor musiman atau persaingan perdagangan yang tidak sehat akibat produk impor atau bukan.
"Pemerintah akan terus mendukung dengan berbagai macam dukungan, terutama kalau ini serangannya impor yang sifatnya persaingan perdagangan yang tidak sehat, maka pemerintah akan melakukan langkah korektif. Biasanya instrumennya menggunakan PMK anti dumping dan berbagai hal, ini kami berkoordinasi dengan menteri terkait yaitu Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian," kata Sri Mulyani saat ditemui usai penyampaian Hasil Rapat KSSK, di kantor LPS, Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Selain itu, melemahnya permintaan juga dipengaruhi oleh faktor luar negeri, utamanya ekspor. Lantaran beberapa negara saat ini tengah mengalami pelemahan ekonomi, diantaranya Amerika Serikat dan China.
Kendati begitu, Menkeu mengatakan Indonesia masih memiliki harapan untuk meningkatkan ekspor dengan membidik India. Namun mungkin tujuan ekspor India bukan barang manufaktur.
"Kita masih punya harapan terhadap India, hanya kalau India itu mungkin bukan barang manufaktur. Jadi ekspor kita bisa kuat, tapi barang manufaktur yang diukur dalam PMI itu memang cenderung pada manufaktur yang sifatnya labour intensive tradisional manufaktur Indonesia seperti tekstil, alas kaki sehingga mungkin tidak mencerminkan katakanlah manufaktur yang sekarang ini lagi banyak di Indonesia yaitu terutama hilirisasi," ujarnya.
Ia pun berharap anjloknya PMI manufaktur ini hanya bersifat sementara. Lantaran, kepercayaan bisnis dari produksi PMI pada Juli 2024 memberikan sinyal positif.
"Jadi, ini harapannya positif. Kondisi hari ini mungkin permintaannya melemah, tapi optimisme mereka dari sisi bisnis dan kepercayaan bahwa demand tahun depan menguat, itu memberikan harapan sehingga kita harapkan koreksi PMI zona kontraktif ini sifatnya sementara," pungkasnya.
Advertisement
Relaksasi Impor Makan Korban Lagi, Kali Ini PMI Manufaktur Indonesia
Ekonom Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Fahmi Wibawa mengingatkan agar pemerintah kompak dalam melindungi industri dalam negeri dari serangan impor.
Menurutnya ketidakkompakan dalam menyikapi serangan barang impor sudah menelan korban yaitu salah satunya Purchasing Manager Index (PMI) bulan Juli 2024 yang baru dirilis S&P Global akhirnya masuk ke zona kontraksi setelah sebelumnya selama 33 bulan mampu ada di zona ekspansi. Data PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 ada di zona ekspansi di 52,1 lalu turun 50,7 di Juni 2024 dan akhirnya turun ke zona kontraksi di angka 49,3.
“Penurunan PMI pada bulan Juni dan Juli ini tidak lepas dari relaksasi impor yang gongnya dibunyikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Pak Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat melepaskan puluhan ribu kontainer barang impor yang bermasalah perizinannya pada 17 Mei 2024. Relaksasi impor secara khusus terhadap tujuh kelompok barang yang sebelumnya dilakukan pengetatan impor seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi, aksesoris, kosmetik, dan perbekalan rumah tangga lainnya berimbas besar dan menjadikan PMI Indonesia sebagai salah satu korbannya,” ungkap Fahmi dikutip Jumat (2/8/2024).
“Perlindungan terhadap industri dalam negeri adalah kunci keberhasilan industri manufaktur di masa depan. Kebijakan relaksasi haruslah mempertimbangkan pandangan dan aspirasi para pemangku yang terdampak. Sehingga diharapkan industri manufaktur Indonesia dapat mencapai di titik posisi dapat bersaing dengan industri manufaktur global baik dari sisi harga maupun kualitas,” jelas Fahmi.
Menurut Fahmi kondisi relaksasi impor yang tidak menguntungkan tersebut berimbas pada persepsi para pelaku industri dalam negeri. Persepsi kekhawatiran inilah yang ditangkap dalam rilis S&P Global mengenai PMI ini.
“Persepsi tersebut muncul setelah relaksasi impor dilakukan pada 17 Mei 2024. Memang bisa jadi efek relaksasi impor bersifat ganda. Di satu sisi terjadi kompetisi antara produk impor dan lokal, dalam waktu yang bersamaan nilai mata uang rupiah juga semakin lama semakin melemah. Nah, bila relaksasi impor berlanjut, dampak gempuran barang impor akan semakin parah karena produk industri lokal akan semakin jauh dalam berkompetisi dengan produk impor,” jelas Fahmi.
Perkembangan Industri Dalam Negeri
Fahmi juga menekankan kebijakan yang melindungi perkembangan industri dalam negeri adalah salah satu bentuk keyakinan pemerintah terhadap industri dalam negeri.
Menurutnya, tugas melindungi industri dalam negeri bukan hanya kewajiban Menteri Perindustrian, juga tugas kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
Fahmi menilai relaksasi impor memang menimbulkan respon dua hal. Dari sisi pelaku importir, mereka merasa pemerintah memberikan dukungan yang sangat besar untuk mereka. Di sisi para pelaku industri dalam negeri, hal ini sebuah pukulan keras untuk mereka.
“Banyak pelaku industri dalam negeri yang kontraknya dibatalkan imbas dari relaksasi impor yang dilakukan. Dapat dibayangkan jika relaksasi impor terus dilakukan, berapa besar efek domino yang terjadi nantinya. Berawal dari banyaknya manufaktur lokal yang terpaksa gulung tikar karena ketidakmampuan bersaing, meningkatnya jumlah pengangguran, nilai rupiah yang semakin lemah imbas dari tingginya kuota impor, hingga melemahnya kepercayaan investor akibat turunnya nilai mata uang rupiah. Relaksasi impor perlu diberikan kebijakan yang sangat adil terutama untuk pelaku industri dalam negeri,” tutur Fahmi.
Fahmi juga secara khusus menyoroti polemik terkait aturan impor yang berkepanjangan sehingga harus Presiden Jokowi yang memberikan arahan agar tetap mengutamakan kemajuan industri dalam negeri.
“Ya hikmahnya publik jadi tercerahkan dan masing-masing kementerian sektor bisa lebih menyadari pentingnya keseimbangan “gas” dan “rem” dalam mengeluarkan kebijakan,” tutup Fahmi.
Terkini Lainnya
Ada Sentimen PMI Manufaktur, IPOT Rekomendasikan 3 Saham Ini
Berkat Olimpiade Paris 2024, Aktivitas Bisnis Zona Euro Perkasa
Sidang Kabinet Perdana di IKN, Jokowi Minta Menteri Tangani Merosotnya PMI Manufaktur Indonesia
PMI Manufaktur Indonesia Anjlok, Sri Mulyani: Kita Masih Punya Harapan
Relaksasi Impor Makan Korban Lagi, Kali Ini PMI Manufaktur Indonesia
Perkembangan Industri Dalam Negeri
China
impor
PHK
PMI Manufaktur
PMI Manufaktur Indonesia
Manufaktur
Industri Manufaktur
PHK Massal
Rekomendasi
Berkat Olimpiade Paris 2024, Aktivitas Bisnis Zona Euro Perkasa
Sidang Kabinet Perdana di IKN, Jokowi Minta Menteri Tangani Merosotnya PMI Manufaktur Indonesia
IHSG Jeblok, Ternyata Ini Biang Keroknya
PMI Jeblok, Pengamat Sebut RI Masih Jadi Negara Pasar Bukan Industri
Sri Mulyani Mau Kerek PMI Manufaktur yang Anjlok, BI Respons Begini
PMI Manufaktur Indonesia Anjlok, Sri Mulyani: Kita Masih Punya Harapan
Relaksasi Impor Makan Korban Lagi, Kali Ini PMI Manufaktur Indonesia
PMI Manufaktur Kontraksi, Ini Dia Pemicu dan Solusinya
PMI Manufaktur Juli 2024 Turun ke 49,3, Begini Respons Menperin Agus Gumiwang
Gempa Bandung
Beredar Pesan Berantai Gempa Susulan Lebih Besar Bakal Terjadi di Bandung, BMKG Sebut Hoaks
Kereta Cepat Whoosh Kembali Beroperasi Pasca Gempa Bandung, Jalur Dipastikan Aman
700 Rumah dan Bangunan Rusak Akibat Gempa Kabupaten Bandung
Dampak Gempa Bandung, Sejumlah Perjalanan Kereta Terganggu tapi Belum Ada Kabar Destinasi Wisata Ditutup
5 Fakta Gempa Bandung, Rumah Warga Roboh hingga Kereta Cepat Whoosh Dibatalkan
Pilkada 2024
Dukung RK-Suswono di Pilkada 2024, Sahabat Jakarta Minta Program Anies Dilanjutkan
Berebut Suara Anies Baswedan di Pilkada Jakarta
Pilkada 2024, KPU Kota Tangerang Butuh 18.942 Petugas KPPS
Pilkada Kapuas, Alfian Mawardi Makin Percaya Diri Usai Didukung Sugianto Sabran
Ridwan Kamil soal Timses Belum Diumumkan: Tanya ke Riza Patria
Muncul Gerakan 'Anak Abah Tusuk 3 Paslon', Ini Kata Bawaslu
PON 2024
Kontroversi Fasilitas hingga Makanan Atlet PON Aceh-Sumut 2024, Tanggung Jawab Siapa?
Dukungan Suporter Bantu Karateka Sumut Lampaui Target Medali di PON 2024
Sukses Arung Jeram di PON Aceh-Sumut 2024 Dongkrak Potensi Sport Tourism dan Eco Tourism
Kopi Lokal Jadi Primadona di PON Aceh-Sumut 2024
Profil Aisha Hakim, Putri Irfan Hakim yang Berhasil Raih Medali Emas di PON 2024
Kebanggaan Irfan Hakim, Putri Tercinta Aisha Raih Emas saat Berlaga di PON ke-21 untuk Jakarta
BRI Liga 1
Jadwal BRI Liga 1 2024/2025, 20-23 September: PSM Makassar vs PSIS Semarang
Modal Bagus PSM Makassar Arungi BRI Liga 1 2024/2025
Hasil BRI Liga 1 2024/2025 Persebaya Surabaya vs Persis Solo: Menang 2-1, Bajul Ijo Melesat ke Peringkat 2
Jadwal BRI Liga 1 2024/2025 Pekan Keenam: Persib vs Persija & Laga Seru Lainnya
Hasil BRI Liga 1 2024/2025: Diwarnai 2 Kartu Merah, Persik Kediri Bekuk Persita Tangerang
Jadwal BRI Liga 1 2024/2025, 20-23 September: PSS Sleman vs Arema FC
TOPIK POPULER
INFO LOWONGAN KERJA
LPS Buka Lowongan Kerja Lulusan S1, Simak Syarat dan Cara Daftarnya
Fresh Graduate Kumpul di Sini! Freeport Indonesia (PTFI) Buka Banyak Lowongan Kerja
Awas Penipuan Lowongan Kerja Catut Nama Garuda Indonesia Group, Kenali Modusnya
Populer
Hacker Bjorka Bobol Data Pajak Jokowi hingga Sri Mulyani, DJP Buka Suara
Siap-Siap Bunga Kredit Bank Turun
Aturan WFH Dicabut, Karyawan Amazon Kini Wajib ke Kantor Tiap Hari
DPR Sahkan UU APBN 2025, Ini Target Ekonomi Prabowo di Tahun Pertama
Kementerian PUPR Kantongi Tambahan Rp 4 Triliun untuk Program Padat Karya di 2025
NPWP Jokowi Bocor, Sri Mulyani Minta Ditjen Pajak Selidiki
Meta Blok Media Pemerintah Rusia di Facebook Dkk, Ada Apa?
Miliader Jay Chaudhry Bagikan Tips Sukses Jadi Pengusaha, Mau Tahu?
BI Raih Penghargaan Best Central Bank of The Year di 2024
Utang Luar Negeri Indonesia Nambah, Sekarang Jadi USD 414,3 Miliar
Gempa Hari Ini
Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Padang Sidempuan Sumut, Tidak Berisiko Tsunami
Gempa Magnitudo 5,6 Guncang Daruba Maluku Utara
Bukan Sesar Garsela, BNPB Sebut Gempa Kabupaten Bandung Dipicu Sesar yang Belum Terpetakan
Penumpang Kereta Cepat Whoosh Gagal Berangkat Imbas Gempa Kabupaten Bandung
Kajian Cepat Badan Geologi soal Gempa Merusak di Kabupaten Bandung
Dampak Gempa Bandung, Sejumlah Perjalanan Kereta Terganggu tapi Belum Ada Kabar Destinasi Wisata Ditutup
Berita Terkini
Kelas Menengah Makin Tertekan, Ini Cara Bertahan
Jadwal dan Link Live Streaming China Open 2024, Jumat 20 September di Vidio
Mengenal Winglok Hongkong Dimsum, Tempat Makan Dimsum yang Hits
6 Pelesetan Nama Boneka Labubu Ini Kocak, Viral karena Lisa Blackpink
Nikita Mirzani Ungkap Drama Jemput Paksa Lolly, Tak Menyangka Sang Anak Telepon Vadel Badjideh
Viral Pria India Dipenjara karena Buang Air Besar di Pintu Masuk Marina Bay Sands
Penerapan Kebijakan Ganjil Genap Jakarta: Jam Berlaku, Wilayah, dan Tips Berkendara
Fasilitas Kesehatan Berkualitas, Apa Kata BPJS Kesehatan Tentang Transformasi JKN di 2024?
Mengejutkan, AS Monaco Bungkam Barcelona di Liga Champions 2024/2025
50 Pembicara Dijadwalkan Tampil di Kahforward 2024, dari Santo Suruh hingga Pandawara
Top 3 Islami: Buya Yahya Ungkap Kenapa Kini Banyak Orang Susah, Cara agar Pasangan Jatuh Cinta Berkali-kali
Tombol Kamera iPhone 16 Series Langsung Dijiplak di HP China, Siapa Saja?
Top 3: Hacker Bjorka Bobol Data Pajak Jokowi hingga Sri Mulyani, DJP Buka Suara
Mengenali 7 Perubahan Sikap pada Pria yang Terlibat Perselingkuhan